CHAPTER 5

94 11 9
                                    

BRAKKK!!!

Farhan memukul meja, hingga membuat semua orang terjengkang, terpental, terguling-guling akibat rasa kaget yang mendadak menghujam telinga mereka.

"Beli ragi, di Cisarua. Selamat pagi, apa kabar kalian semua?" sapa Farhan, sambil membuka kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di wajahnya yang tidak tampan-tampan amat.

Baru saja Daira hendak membalasnya, sosok Denis pun datang ke hadapan mereka dengan tangan yang penuh jajanan yang baru saja diborongnya di depan pagar sekolah.

"Assalamu'alaikum, sahabatku sekalian. Apa kabar?" sapa Denis, kalem.

"Nah ... gue bingung nih sekarang. Kalau si Farhan udah jelas jelmaan Iblis, karena pagi-pagi udah bikin kita jantungan dengan caranya menyapa, si Denis ini termasuk golongan mana kira-kira? Mau dibilang Malaikat karena cara menyapanya yang santun, tapi kelakuannya kaya Iblis yang belum makan seminggu. Mau dibilang juga Iblis, tapi sikapnya santun. Sumpah, bingung gue mau mengelompokkan dia digolongan mana," ujar Iqbal, apa adanya.

"Berarti di akhirat nanti, si Denis bakalan tinggal di antara surga dan neraka, dong? Kalau dia kedinginan, tinggal berjemur di neraka. Kalau dia kepanasan, tinggal ngadem di surga," pikir Ayu.

Rafa melotot ke arah Ayu.

"Mana ada kaya begitu di akhirat, Ay? Elo enggak usah mengada-ada, deh, pagi-pagi buta begini! Kebanyakan nonton Drama Korea, sih, lo!" omel Rafa.

"Udah, enggak usah ngomelin Ay!" perintah Daira, sambil menatap sinis ke arah Rafa.

Ayu pun segera merebahkan kepalanya di pundak Daira dengan manja.

"Enggak usah komentarin isi pikirannya, Ay. Isi pikiran lo aja kadang enggak ada benarnya sama sekali! Sana, nasehatin aja otak lo sendiri!" omel Daira, sambil mengusap-usap rambut Ayu yang lembut.

"HA-HA-HA-HA-HA!!!"

"Aduh, Raf, pagi-pagi udah mancing emak-emak ngomel. Makanya, Raf, jangan suka gangguin Ay, gangguin gue aja. Gue ikhlas, kok," ujar Iqbal.

Alden melirik sinis ke arah Iqbal.

"Iya, elo sih pasti ikhlas. Tapi si Rafa mah enggak akan ada ikhlas-ikhlasnya sama sekali, Bal. Sekalinya juga dia ikhlas, paling ikhlas ngegebukin elo sampai babak belur," ujarnya, sangat jujur.

"Betul itu. Nanti gue pasti bakal bantuin Rafa buat nambahin goresan-goresan indah di muka ganteng lo, Bal. Biar ada semacam tanda tangan gitu di muka lo," ujar Denis, sambil berniat melahap cilok yang tengah ditusuknya.

"Eh, udah ... udah ...! Kenapa lo semua jadi pada ribut, sih? Ini gue datang membawa kabar gembira buat kalian semua," lerai Farhan.

"Enggak butuh! Gue enggak doyan sama kulit manggis!" sambar Daira dengan cepat.

"Hah? Kulit manggis?" tanya Farhan, heran.

"Iya, lo bawa kabar gembira buat kita semua, kalau kulit manggis kini ada ekstraknya, 'kan?" tebak Daira.

"Sialan! Korban iklan banget sih lo, Day!" umpat Farhan. "Bukan itu yang mau gue sampaikan, ege! Gue mau bilang kalau kita sekarang udah punya grup WhatsApp! Cek, sana!" perintah Farhan, meletup-letup.

Semua orang pun kini mengeluarkan ponsel mereka masing-masing dari dalam saku atau tas. Kedua mata Denis langsung menyipit, saat membaca nama grup WhatsApp yang dibuat oleh Farhan. Seluruh inderanya tergelitik dalam sekejap untuk memberikan ucapan ... yang penuh dengan kata-kata kasar.

"Kenapa nama grup kita harus Geng Sayur Asem?" tanya Iqbal, mendahului Denis.

"Kalau sayur lodeh rasanya hambar," jawab Farhan, sekenanya.

Sohib By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang