CHAPTER 14

49 7 1
                                    

“Berdasarkan pengertiannya, puisi dapat dikatakan sebagai salah satu genre sastra yang menggunakan kata-kata estetis dan berirama. Penggunaan kata-kata indah ini bertujuan untuk membangun makna yang berbeda atau menggantikan makna asli sebuah kata. Puisi merupakan ungkapan hati atau pemikiran penyair mengenai berbagai hal dalam kehidupan ke dalam susunan kata-kata yang padat dan penuh makna," jelas Bu Rina--Guru Bahasa Indonesia.

Semua anak-anak di kelas 10 IPA 1 mencatat penjelasan itu ke dalam buku tulis yang mereka bawa.

"H.B Jassin menjelaskan bahwa puisi merupakan suatu karya sastra yang diucapkan dengan sebuah perasaan yang di dalamnya mengandung suatu pikiran-pikiran dan sebuah tanggapan-tanggapan. Herman Waluyo menjelaskan bahwa puisi merupakan karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan memfokuskan semua kekuatan bahasa dalam sebuah struktur fisik dan struktur batinnya. Sumardi menjelaskan bahwa puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan kata-kata bermakna kiasan atau imajinatif. James Reeves menjelaskan bahwa puisi merupakan ungkapan bahasa yang penuh dan kaya akan daya pikat. Carlyle menjelaskan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik. Samuel Taylor Coleridge menjelaskan bahwa puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Nah, dari semua pengertian puisi yang baru saja Ibu sampaikan, adakah kira-kira yang ingin kalian tanyakan?" tanya Bu Rina.

Denis mengangkat tangannya dengan cepat.

"Iya, Denis. Silakan," ujar Bu Rina, memberikan kesempatan.

"Saya mau tanya, Bu, apakah setelah pelajaran ini berakhir akan ada PR seperti sebelum-sebelumnya? Jika memang ada, apakah PR tersebut bisa ditunda untuk sementara waktu?" tanya Denis, dengan mimik wajah polos tak berdosa.

Bu Rina pun berkacak pinggang sambil menyipitkan kedua matanya saat menatap ke arah Denis.

"Tadinya Ibu tidak akan memberi kalian PR, karena jadwal PR pada minggu ini sudah Ibu isi untuk kelas IPS. Tapi karena Denis bertanya, jadi kelas 10 IPA 1 dan 10 IPA 2 akan Ibu berikan PR, yaitu menulis delapan bait puisi," jawab Bu Rina.

"HUUUUUUUUU!!!"

Sorakan dari seluruh penjuru kelas pun terdengar sangat nyaring. Bu Rina pun menyuruh mereka semua kembali diam seperti tadi.

"Tolong sampaikan pada kelas 10 IPA 2, ya, tentang PR yang Ibu berikan barusan. Dan kalau mereka mau protes, silakan protes pada Denis yang telah memberi saya usulan," pesan Bu Rina, sebelum meninggalkan kelas tersebut.

Rafa pun segera melempar gulungan kertas bekas ke wajah Denis dengan penuh dendam.

"Kambing! Bisa enggak, sih, sekali-sekali lo enggak bikin gerakan-gerakan tambahan kalau lagi belajar? Kita jadi punya PR 'kan, gara-gara mulut beracun lo itu!" umpat Rafa.

"Ya maaf, Raf. Harapan gue 'kan, supaya kita enggak dapat PR. Mana gue tahu kalau akhirnya malah bakalan dapat PR," sanggah Denis, begitu sengsara.

Di kantin, Alden menatap ke arah langit yang tengah mendung pada siang itu dijam istirahat. Semua sahabatnya sedang makan, namun hanya ia sendiri yang termangu, terpaku, dan termartil dengan mulut yang terbuka lebar.

"Rupamu laksana ...." Alden memulai.

"Dari zaman SD sampai sekarang, kalau disuruh buat puisi pasti lo pakai pembuka kaya begitu. Enggak bosan apa, Al?" tanya Ayu.

Alden pun nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak ketombean.

"Habisnya gue bingung, Ay, harus memulai bagaimana untuk mengerjakan tugas puisi dari Bu Rina," Alden mengakui.

Sohib By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang