Daira segera dilarikan ke UKS--yang terdekat dan bisa dijangkau--agar tak perlu ada yang repot-repot memanggil ambulans. Karena menurut wali kelas 10 IPA 2, Daira hanya tertimpa sarang burung berisi telur, bukan tertimpa atap beton.
"Memangnya akan seberapa parah, sih, keadaan kepalanya? Dia cuma kejatuhan telur burung, anak-anak, bukan kejatuhan atap beton. Paling juga cuma benjol selama beberapa hari ke depan," ujar Sang Wali kelas.
"Tapi, Bu, bagaimana kalau ternyata keadaan kepalanya jauh lebih parah dari kelihatannya? Bagaimana kalau Day mengalami gegar otak, amnesia, pikun, hilang kewarasan ...." tutur Alden, amat sangat merasa khawatir.
Iqbal pun segera menyenggol lengan Alden dengan cepat.
"Soal hilang kewarasan enggak usah diungkit, Al. Kejatuhan telur burung ataupun tidak, kewarasan Day memang patut untuk selalu kita ragukan," ujar Iqbal.
"Hah? Kok bisa gitu?" tanya Alden.
Bahkan Wali kelas 10 IPA 2 pun kini ikut menatap ke arah Iqbal dengan wajah penuh pertanyaan, atas pernyataan yang dinyatakan oleh Iqbal secara nyata.
"Ya, lo lihat aja sendiri kenyataannya. Day dengan ikhlas, sukarela, dan tanpa pamrih mau bersahabat sama kita, Al. Itu tandanya kewarasan dia memang wajib kita pertanyakan. Orang waras mana di dunia ini yang mau bersahabat baik sama orang-orang tidak waras macam kita?" jelas Iqbal, begitu bangga dengan ketidakwarasannya.
Alden pun segera memutar-mutar lengan kirinya ke udara, lalu menyangkutkannya di leher Iqbal tanpa basa-basi.
"Kurang ajar!!! Maksud lo, gue juga termasuk orang enggak waras, ya??? Hah??? Gitu???" geram Alden.
"Aduh! Sudah ... sudah... hentikan pertengkaran kalian! Sana, lanjutkan saja di lapangan!" perintah wali kelas 10 IPA 2, dengan tampang malas pusing dengan kelakuan absurd anak-anak geng sayur asem tersebut.
Di dalam UKS, Rafa tengah menggenggam tangan Daira dengan erat dan lembut. Kekhawatirannya begitu menjadi-jadi saat melihat sosok Daira yang biasanya galak seperti preman, kini tergolek lemah tak berdaya dengan jidat benjol berwarna keunguan. Tampangnya yang galak telah hilang dan berganti menjadi tampang ikan lohan yang ada di akuarium Kepala Sekolah SMA Ksatria Baja Ungu.
Berulang-ulang kali minyak kayu putih dioleskan pada hidung Daira oleh Iqbal--yang telah masuk ke UKS setelah ikut berdebat di depan wali kelas 10 IPA 2--namun tetap saja gadis itu tak bangun juga.
"Pegang terus! Serasa dunia milik berdua! Kita semua cuma ngontrak!" sindir Farhan, tak segan-segan.
Rafa menatap Farhan dengan sebal.
"Han, lo kalau nyindir tahu tempat deh, coba. Sekali-sekali ngertilah kalau gue emang lagi khawatir sama Day! Lo enggak lihat, jidatnya Day bengkak begitu udah kaya Ikan lohan gara-gara kejatuhan telur? Masih mending kalau telurnya cuma satu butir. Nah ini telurnya full satu sarang burung!" omel Rafa, yang juga kelewat tak memiliki rasa segan.
"Tahu, nih! Sekali-sekalilah lo coba merasakan apa yang Rafa rasakan, Han!" tambah Iqbal.
Farhan melotot ke arah Iqbal.
"Gue harus merasakan apa, Bal? Kalau Day pingsan gara-gara kejatuhan sarang burung, gue harus melakukan apa? Marahin burungnya?" tanya Farhan.
"Ya, enggak gitu maksud gue, Farhan! Setidaknya lo cobalah memosisikan diri di tempatnya Rafa saat ini," balas Iqbal, setengah jengkel.
"Memosisikan gimana? Maksudnya, gue harus ikut merasakan bagaimana rasanya jadi si Rafa yang terus-menerus ditolak sama si Day? Gitu?" Farhan sangat mencoba untuk memahami maksud Iqbal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sohib By Accident
HumorIni kisah anak SMA yang benar-benar di luar dugaan. Percayalah, tidak akan ada yang percaya kalau ini kisah anak SMA. Bahkan, penulisnya pun ragu kalau mereka adalah anak SMA. Tapi, inilah kisah anak SMA. Jika ingin protes, katakanlah pada mereka.