Briana maju ke depan kelas, saat jam pelajaran terakhir sudah selesai. Ia pun meminta perhatian pada semua orang agar tenang dan memperhatikannya. Wajahnya terlihat agak malu-malu--lebih tepatnya memalukan--dan memerah. Denis dan Rafa merasa mual seketika, ketika melihat bagaimana ekspreai Briana saat itu.
"Raf, jujur ya. Entah kenapa dari banyaknya cewek di kelas ini, cuma Briana yang bisa bikin gue masuk angin tiap lihat wajah dan ekspresinya," bisik Denis.
"Gue juga, Den. Gila, perasaan gue kayak langsung terserang tipes setiap kali enggak sengaja lihat muka palsunya itu. Dan saat ini, obat yang paling tepat untuk gue biar cepat sembuh adalah dengan menatap wajahnya Day," balas Rafa, yang juga ikut berbisik.
Briana pun kini menatap ke arah semua anggota kelas 10 IPA 1.
"Hari ini, gue mau mengungkapkan perasaan sama seseorang," ujar Briana.
"CIEEEEEEEE!!!"
Sorak sorai pun terdengar begitu bergemuruh di kelas 10 IPA 1. Denis dan Rafa sudah curiga lebih awal pada tingkah Briana tersebut. Sehingga mereka pun memutuskan keluar dari kelas melalui jendela belakang yang tertutupi oleh lemari, dengan cara mengendap-endap di lantai.
"Gue sebenarnya udah memendam perasaan ini sejak awal masuk ke kelas 10 IPA 1."
GRUDUK ... GRUDUK ... GRUDUK ...!!!
Suara meja yang ditalu-talu pun bergema dengan sangat keras, sehingga menimbulkan suara bising yang begitu mengganggu.
"Gue, sebenarnya udah lama suka sama cowok ini. Buat gue, dia adalah cowok paling spesial, karena cuma dia yang bisa merobohkan dinding di hati gue yang selama ini gue bangun dengan rapat. Dan hari ini gue mau dia tahu, bahwa dia sangat berarti buat gue. Cowok yang gue maksud adalah Rafa, dan gue mau mengungkapkan segalanya ke dia hari ini. Rafa ...."
Briana pun menatap ke arah kursi milik Rafa, yang ternyata sudah kosong tak berpenghuni.
Semua anggota kelas itu pun ikut berbalik ke belakang. Mereka melihat dua kursi kosong itu dengan penuh tanda tanya, karena Rafa dan Denis tiba-tiba menghilang tanpa jejak.
"BRIANA!!!" bentak Bu Eva.
Semua orang terlonjak, menatap serempak ke arah pintu, di mana Bu Eva telah berdiri di sana dengan penuh amarah.
"Ngapain kamu membuat keributan saat jam pulang sekolah seperti ini??? Ketua kelas macam apa kamu, sehingga tidak bisa mengatur anggota kelasmu dengan benar???" tanya Bu Eva, tajam.
"A--anu, Bu. Sa--saya ...." Briana tergagap, ketakutan.
"Anu apa??? Sok-sokan mau mengutarakan perasaan pada lawan jenis! Memangnya kamu sudah bisa cari makan sendiri? Memangnya biaya sekolah kamu sudah bukan orangtuamu lagi yang tanggung? Hah? Jawab!!!"
Briana terdiam gemetaran di tempatnya berdiri. Begitu pula dengan yang lainnya, yang masih duduk di kursi mereka masing-masing.
"Sekarang jawab," Bu Eva menatap seluruh anggota kelas yang duduk, "tadi Briana mengutarakan perasaan kepada siapa?"
Salah satu dari mereka mengangkat tangannya.
"Briana mau mengutarakan perasaannya ke Rafa, Bu."
"Oh ... Rafa? Sang juara satu di kelas ini?" Bu Eva kembali menatap Briana. "Dasar enggak tahu malu! Semua orang tahu kalau Rafa itu pacarnya Daira, sang juara satu kelas 10 IPA 2! Kamu dengan nilai jelekmu yang bahkan tidak masuk ke urutan dua puluh besar itu mau mencoba jadi pelakor? Kalau cita-citamu mau jadi pelakor, lebih baik enggak usah sekolah! Besok, saya akan panggil kedua orangtuamu ke sini untuk memberitahukan semua kelakuanmu! Jadi tunggu saja! Dan satu hal lagi, mulai detik ini, kamu bukan lagi ketua kelas di kelas 10 IPA 1!" tegas Bu Eva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sohib By Accident
HumorIni kisah anak SMA yang benar-benar di luar dugaan. Percayalah, tidak akan ada yang percaya kalau ini kisah anak SMA. Bahkan, penulisnya pun ragu kalau mereka adalah anak SMA. Tapi, inilah kisah anak SMA. Jika ingin protes, katakanlah pada mereka.