Denis mengipas-ngipasi Daira menggunakan buku tulis. Ia berharap emosi gadis itu akan segera menurun dengan cepat, usai mengamuk di depan Roni. Ayu bersandar di pundak gadis itu sambil memejamkan kedua matanya, membuat Farhan begitu gemas hingga hampir mencoba mencubit pipi gadis itu, namun tangannya segera dicekal oleh Iqbal.
"No ... no ... no ...! Kalau elo memang sayang sama Ay, buktiinnya bukan pakai cubit-cubitan!" tegas Iqbal.
"Betul!!! Setuju!!!" dukung Denis.
"Diamlah kau wahai jomblo karatan," sinis Farhan, pada Denis.
"Biar si Denis karatan, yang jelas dia adalah berlian kalau dibandingin sama si Roni. Enggak kaya elo, batu akik," ujar Rafa.
Denis, Alden, dan Iqbal pun terkikik geli. Daira merangkul Ayu, hingga gadis itu pun tersadar lalu memeluk Daira dengan erat.
"Thank's, ya, Day. Gue lega banget karena elo mau bantuin gue menyingkirkan keberadaan Roni," ungkap Ayu.
Farhan pun melotot seketika.
"Hei... gue juga bantuin elo tadi, Ay. Apa lo lupa?" tanya Farhan, dengan wajah suram.
Ayu menatapnya dengan wajah setengah tak bersemangat.
"Iya gue tahu, Han. Thank's juga buat elo. But, di mata gue, elo tadi enggak niat buat bantu gue. Tapi lebih niat enggak mau kalah dari Roni dan juga lebih niat memuaskan mulut biadab lo yang udah lama enggak ngebacotin orang. So, gue anggap yang tadi itu kebetulan aja," jelas Ayu.
Farhan pun cengo di tempatnya, sementara Ayu bangkit dari kursinya.
"Ayo, Al ... Bal ... kita balik ke kelas IPS," ajak gadis itu.
"Day, gue ke kelas dulu ya," pamit Rafa, sambil mengacak rambut gadis itu.
Daira hanya mengangguk singkat dengan wajah datar. Denis segera berjalan di samping Rafa dan pergi dari kelas 10 IPA 2. Farhan pun segera menduduki kursinya sendiri, sebelum bel masuk berbunyi.
"Kenapa, sih, sulit banget untuk membuat seseorang percaya kalau kita tuh sayang sama dia?" tanya Farhan.
"Enggak susah, kok, Han. Elo aja yang enggak terlihat meyakinkan. Makanya Ay enggak percaya kalau elo sayang sama dia," jawab Daira.
"Kurang meyakinkan apa lagi, Day? Masa iya, sih, gue enggak terlihat meyakinkan?"
"Pikirin aja sendiri, Han. Gue juga udah puyeng sama masalah hidup gue sendiri, jadi enggak mungkin mau bantuin mikir permasalahan hidup lo."
"Pokoknya gue yakin, gue enggak mungkin terlihat tidak meyakinkan! Ay aja yang enggak peka!"
Daira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala atas keras kepalanya Farhan, yang tak pernah mau menerima penilaian orang lain. Di kelas 10 IPS 1, Alden menatap Ayu yang sedang terkapar lesu di mejanya sendiri. Membuatnya merasa kasihan dan iba begitu saja.
"Ay, lo mau es krim enggak?" tawar Alden.
Ayu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalau seblak?"
"Gue enggak lapar, Al," tolak Ayu, lesu.
"Masalahnya, lo murung terus dari tadi. Cerita, dong. Bingung 'kan gue mau ngapain, kalau elo murung begitu," pinta Alden.
Ayu mendesah lelah.
"Gue pengen terbebas dari kekangan Farhan. Dari kita masih SMP sampai hari ini, gue enggak bisa punya gebetan gara-gara dia. Gue pikir, dia bakalan ngasih kepastian kalau dia suka sama gue atau gimana. Eh ternyata, gue cuma digantungin doang bertahun-tahun," tutur Ayu, tentang isi hatinya yang terdangkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sohib By Accident
HumorIni kisah anak SMA yang benar-benar di luar dugaan. Percayalah, tidak akan ada yang percaya kalau ini kisah anak SMA. Bahkan, penulisnya pun ragu kalau mereka adalah anak SMA. Tapi, inilah kisah anak SMA. Jika ingin protes, katakanlah pada mereka.