CHAPTER 15

38 5 0
                                    

Tiga hari kemudian ...

Alden datang ke kantin usai pulang sekolah, lalu segera bersalaman dengan Rafa dan Daira. Di serahkannya sebuah kotak berukuran sedang, kepada pasangan yang sedang melaksanakan aqiqah siang itu.

"Ini ada hadiah kecil untuk 'Iqbal' junior, mungkin warnanya bukan emas, tapi setidaknya bisa membuat 'Iqbal' junior merasa nyaman di dalamnya," ujar Alden.

Iqbal menekuk wajahnya disalah satu kursi yang tengah ia tempati saat itu. Ayu hanya bisa menahan tawanya, agar Iqbal tidak semakin kesal atas apa yang tengah diselenggarakan oleh Rafa dan Daira.

"Wah, terima kasih banyak, Al. Elo memang Paman terbaik buat 'Iqbal'," ungkap Rafa, sambil melirik ke arah Iqbal yang sesungguhnya.

Daira menggendong 'Iqbal' bersama sarangnya, lalu di tempatkan pada kado yang Alden bawa, karena ternyata isi kado tersebut adalah sebuah sangkar burung.

"Wah, ternyata sangkarnya pas sekali ya, Ayahnya 'Iqbal'," ujar Daira, persis seperti Ibu-Ibu PKK.

"Alhamdulillah, kalau sangkarnya pas, Bundanya 'Iqbal'. Ternyata Paman Alden sangat tahu, ya, apa yang bagus untuk 'Iqbal'. Bagaimana, Nak? Kamu suka dengan sangkarnya?" tanya Rafa.

Iqbal menoleh.

"Woy! Gue enggak pernah lo tanya-tanya begitu selama ini! Kenapa anak burung malah lo tanyain? Tanya gue aja sini!" omel Iqbal, seraya menangis tersedu-sedu.

Daira menatapnya.

"Apaan sih, Bal? Elo sama keponakan sendiri, kok, iri? Heran, deh!" omel Daira.

Iqbal pun bersandar di bahu Alden.

"Alden!!! Kenapa nasib anak burung jauh lebih beruntung daripada nasib gue???" Iqbal meraung-raung.

"Makanya, jangan jadi anak orang lo. Jadi anak burung aja sana, biar diangkat anak juga sama Day dan Rafa," saran Alden, tak berfaedah.

Farhan datang bersama Denis tak lama kemudian. Mereka juga bersalaman dengan Rafa dan Daira sebagai orangtua asuh 'Iqbal' junior yang sedang menyelenggarakan acara.

"Wah, acaranya meriah, ya," puji Denis.
"Dan menu makanannya pun sangat beragam. Ada nasi tumpeng, ada sate kambing, ada orek tempe, dan juga ada oseng-oseng kikil. Sangat lengkap," puji Farhan, lebih tepatnya mengabsen semua nama makanan yang tersedia.

"Oh, iya dong. Namanya juga aqiqah anak pertama. Jelas semuanya harus spesial dan lengkap," ujar Daira, bangga.

Ungkapan yang membuat mental Iqbal di sudut sana semakin down tak bersisa. Denis menyerahkan sebuah kotak kecil ke tangan Rafa, begitu juga dengan Farhan.

"Ini hadiah kecil-kecilan dari kita berdua. Semoga 'Iqbal' junior suka dan bisa dipakai selalu," ujar Farhan mewakili.

"Aamiin. Insya Allah 'Iqbal' pasti akan suka dan memakainya selalu," balas Daira, meyakinkan.

Acara makan-makan pun dimulai. Iqbal mengambil makanan paling banyak ketimbang yang lainnya. Hal itu bertujuan membalas dendam pada Daira dan Rafa, atas ke-iri hatiannya pada anak burung Kakaktua yang kini tengah berjalan-jalan di dalam sangkar barunya.

"By the way, mulai sekarang 'Iqbal' junior enggak akan bisa di bawa ke sekolah lagi, dong?" tanya Ayu.

"Enggak, kok. Kata Bu Emi, 'Iqbal' boleh tetap di bawa ke sekolah. Dia akan menjadi ikon untuk kelas 10 IPA 1 dan 2, karena gue sama Rafa telah berhasil merawat dia hingga menetas," jawab Daira.

Iqbal kembali melongo.

"Ya Allah ... dosa apa gue sebenarnya??? Kenapa burung sekecil itu bisa jadi kebanggaan sekolah ini, sementara gue enggak dianggap apa-apa???" ratapnya.

Sohib By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang