"Kalung dari jengkol dan pete cina, udah. Mahkota dari daun nangka, udah. Nama tertulis di karton, juga udah. Tinggal nulis nama di hati do-i aja nih, yang belum," ujar Iqbal, sambil nyengir kuda di hadapan Rafa, Alden, Denis, dan Ayu.
Keempat orang yang tengah menatap Iqbal saat itu, menunjukkan ekspresi jijik paling nyata disepanjang sejarah kehidupan manusia.
"Nih lama-lama gue kutuk lo jadi kambing, Bal!" seru Alden, naik darah.
"Eits ... enggak bisa gitu! Enggak bisa seenaknya aja lo mau ngutuk gue jadi kambing. Wajah gue yang ganteng ini tidak akan bisa meninggalkan kodrat kegantengannya, Al. Lo harus pahami hal itu," balas Iqbal, penuh percaya diri.
BRAKKK!!!
Ayu menggebrak meja kantin dengan penuh tenaga, hingga kini semua orang bisa melihat kedua mata Ayu yang menyala-nyala seperti avatar kesambet setan penunggu lampu taman.
"Diam enggak, kalian! Atau gue bakal gunting kalian satu-persatu!" ancam Ayu, sambil menunjukkan gunting yang sedang dipegangnya.
Keempat sahabat cowok yang sedang melihatnya saat itu pun langsung meringis ngeri dalam sekejap, setelah mendengar ancaman dari Ayu.
"Ish! Mana bisa digunting lagi, Ay? Waktu SMP 'kan udah digunting sama Pak Mantri," ujar Denis, sambil menutupi area bawah perutnya.
Ekspresi Ayu pun langsung berubah dalam sekejap, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Denis.
"Eh? Apaan yang digunting sama Pak Mantri?" tanya Ayu, mendadak dongo.
"Ini ... si kecil yang aktif saat masa remaja, bukan saat kita masih balita," jawab Denis, sambil menunjuk ke arah bawah.
"Astaghfirullah, Denis! Bukan itu yang mau gue gunting! Gue tadi mengancam mau gunting rambut kalian biar botak, kalau enggak pada diam. Bukan menggunting yang digunting sama Pak Mantri," jelas Ayu, setengah panik.
"Ya makanya, kalau memberi ancaman itu yang jelas, Ay. Biar kita enggak salah paham. Jangankan Denis yang kelakuannya na'udzubillah, yang polos macam Rafa aja otomatis pikirannya bakalan tertuju ke situ," ujar Alden.
"Ya jangan salahin gue, dong! Otak lo berempat aja yang ngaco!" omel Ayu.
Denis pun segera beranjak untuk memesan sarapan, sebelum ada Kakak kelas yang memerintahkan untuk berbaris di lapangan. Ayu melihat karton nama milik Rafa dan Iqbal.
"Eh, nama lo berdua miring tuh," ujarnya.
"Hah? Masa?" tanya Rafa, si perfect yang tidak mau terlihat minus sedikit pun di depan banyak orang.
"Idih ... santai Raf. Cuma miring itu kartonnya, bukan nama lo salah huruf, kok," sewot Ayu.
"Meskipun cuma miring, Ay, namanya salah ya salah. Akan terlihat jelek kalau enggak diperbaiki," balas Rafa.
Ayu pun meringis dalam sekejap.
"Coba kalau lo berprinsip begitu sebelum ngerjain Day waktu SMP, pasti elo sama Day enggak akan pernah jadi musuh bebuyutan, Raf," sindir Ayu.
Alden dan Iqbal pun cekikikan, usai mendengar sindiran dari Ayu terhadap Rafa. Kedua mata Rafa pun segera menyipit sebal dan tertuju hanya ke arah Ayu.
"Enggak usah mengungkit-ungkit kebodohan gue di masa lalu, deh. Gue suapin sambel, nih," ancam Rafa, yang sudah jelas akan segera melaksanakan niatnya jika Ayu tidak berhenti.
Rafa pun segera memperbaiki karton bertuliskan namanya, yang kata Ayu terlihat tidak seimbang alias miring. Iqbal--yang duduk di sebelah Rafa--mendelik saat melihat isi piring batagor yang dibawa oleh Denis ke meja kantin. Bentuknya hampir mirip kerucut biasa jika dilihat dari kejauhan. Namun jika dilihat dari dekat, bentuk aslinya lebih mirip dengan gunung berapi yang siap meletus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sohib By Accident
HumorIni kisah anak SMA yang benar-benar di luar dugaan. Percayalah, tidak akan ada yang percaya kalau ini kisah anak SMA. Bahkan, penulisnya pun ragu kalau mereka adalah anak SMA. Tapi, inilah kisah anak SMA. Jika ingin protes, katakanlah pada mereka.