"Denis, lo lagi jajan enggak di gerbang?" tanya Ayu, melalui ponselnya.
"Iya, gue lagi jajan. Memangnya kenapa, Ay?" Denis balas bertanya.
"Beliin gue juga, dong. Gue lapar, nih, belum sarapan. Titip, nanti gue ganti uang lo kalau kita ketemu di koridor," jawab Ayu, sekaligus meminta tolong.
"Oh, boleh. Memangnya lo mau jajan makanan apa, Ay?"
"Farhan ada enggak???" teriak Ayu--yang sebenarnya sedang bertanya pada Daira dari balkon lantai dua.
"Hah??? Farhan??? Maksudnya si Farhan mau digoreng terus dibungkus??? Yang bener aja, lo, Ay!!! Jangan jadi cewek yang punya pikiran kriminal, dong!!!" panik Denis.
"Eh??? Bukan si Farhan yang harus digoreng dan dibungkus, Denis. Cireng isi ayam yang harus digoreng dan dibungkus, mah," jelas Ayu.
"Itu tadi elo sendiri yang ngomong pas gue tanya, mau jajan apa. Elo jawabnya Farhan," ujar Denis.
Ayu pun segera menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum emosinya benar-benar meledak. Denis memang adalah sahabatnya yang tersulit dari yang tersulit, untuk diajak bicara dalam kondisi waras.
"Itu tadi gue lagi nanya sama Day, si Farhan ada enggak di bawah. Bukan menjawab pertanyaan lo soal jajanan yang mau gue pesan, ege," jelas Ayu, sesantun mungkin.
"Oh ... kirain si Farhan benar-benar harus gue goreng dan gue bungkus. Gue enggak mikirin masalah gorengnya, Ay, tapi gue cuma mikirin gimana cara bungkusnya aja sih, dari tadi," Denis mengakui.
Ayu pun memutar bola matanya.
"Terus ... elo malah mengingatkan gue untuk enggak punya pikiran kriminal, gitu? Pikiran lo ternyata jauh lebih kriminal daripada gue, sok-sokan mau nasehatin! Udah, bawain gue cireng isi ayam pedas empat bungkus, sama mountea apel tiga gelas!" perintah Ayu dengan gemas.
"Empat? Yakin, lo? Bakalan habis enggak tuh?" tanya Denis, untuk memastikan.
"Pasti habis, Den! Gue 'kan lagi diet!" jawab Ayu.
Sambungan telepon pun langsung terputus dalam sekejap. Ayu mungkin sudah terlalu bosan mendengar suara Denis yang banyak bertanya.
"Diet, kok, makan cireng empat bungkus? Lambungnya terbuat dari apa itu anak?" pikir Denis, mengutarakan isi hatinya yang kebingungan.
Setelah membelikan pesanan Ayu, Denis pun segera berjalan menuju ke arah koridor. Ayu telah menunggu sambil duduk pada anak tangga paling bawah, sendirian. Denis segera menyodorkan pesanan gadis itu dan Ayu menyodorkan uang pada Denis.
"Udah, enggak usah diganti. Simpan aja uangnya. Tabung," ujar Denis.
"Enggak, ah! Gue enggak mau elo rugi. Nih, ambil uangnya," paksa Ayu.
"Enggak usah, Ay. Lagian 'kan jarang-jarang gue bisa traktir elo. Udah, simpan aja uangnya. Tabung," tolak Denis, yang kemudian berlalu menuju ke kelas IPA 1.
Ayu pun jelas tak bisa melakukan apa-apa lagi. Denis jelas bukan orang yang mudah dipaksa sejak pertama ia mengenalnya. Ia pun segera beranjak ke kelasnya sendiri sambil membawa jajanan itu untuk mengisi perutnya yang lapar. Jam pelajaran akan sangat panjang hari ini, terlebih yang masuk di jam pertama adalah pelajaran Matematika.
Ketika akhirnya jam istirahat tiba, Ayu langsung berlari menuruni tangga menuju kelas 10 IPA 2 dengan langkah terburu-buru. Lapar dan dahaga telah dilupakannya, karena ia memiliki satu niat serta tujuan paling aktual dan terpercaya, yaitu, menemui Kanjeng Ratu Daira Saputri.
Farhan yang sedang membaca buku catatan Kimia pun melihat jejak kedatangannya, hingga membuat kedua matanya menyipit, padahal tidak sipit.
"Kalau jalan jangan sambil lompat-lompat kaya landak. Karena kalau elo jatuh, semua orang bakalan kena susahnya," sindir Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sohib By Accident
HumorIni kisah anak SMA yang benar-benar di luar dugaan. Percayalah, tidak akan ada yang percaya kalau ini kisah anak SMA. Bahkan, penulisnya pun ragu kalau mereka adalah anak SMA. Tapi, inilah kisah anak SMA. Jika ingin protes, katakanlah pada mereka.