CHAPTER 22

28 6 0
                                    

"Ayang ... mau dijemput?" tanya Farhan, manis-manis tai kucing.

"Ayang mau datang jemput ke rumah aku?" Ayu bertanya balik.

"Kalau kamu mengizinkan, aku pasti bakalan datang menjemput ke rumah kamu," jawab Farhan.

"FARHAN!!! TIMBA LAGI AIRNYA!!! MATA MAMAH MASIH KELILIPAN SABUN!!!" teriak Tati, dari arah kamar mandi.

Ayu pun jelas terlonjak kaget saat mendengar teriakan calon mertuanya di masa depan tersebut.

"Iya, Mah!!! Tunggu sebentar!!!" balas Farhan.

Farhan pun kembali fokus pada ponselnya yang masih terhubung dengan Ayu di seberang sana.

"Maaf ya, ayangku. Mamah mertua kamu suka banget ribut pagi-pagi," ujar Farhan.

"Santai aja, ayang. Mamahku juga begitu kok. Sama," ujar Ayu.

"Ayu!!! Itu tempe gorengnya dibalik!!! Udah jadi arang begitu masa masih juga dibiarin!!!" teriak Rusmini, dari arah dapur.

"Iya Mah, sebentar!!!" jawab Ayu.

Ia pun kembali fokus pada ponselnya dan tak mempedulikan tempe yang sudah jadi arang di penggorengan.

"Tuh, Mamah aku enggak ada bedanya, kok, sama Mamahnya ayang. Ya udah, kalau ayang mau jemput, aku tungguin ya," ujar Ayu.

"Oke ayang. Bye. Muach!!!" pamit Farhan.

Saat Farhan berbalik, Ibunya ternyata sudah ada di ambang pintu menuju sumur di belakang rumah. Kedua mata Ibunya memerah karena kelilipan sabun, dan di tangannya ada gayung berbentuk love yang siap dilayangkan ke arah kepala Farhan saat itu juga.

"Oh ...  disuruh nimba air malah ayang-ayangan di sini kamu!!! Sini cepat!!! Sini!!! Biar Mamah unyeng-unyeng kamu, terus Mamah ceburin ke sumur!!!"

"Ampun, Mah! Ampun!" teriak Farhan sambil berlari mengelilingi sumur bersama Tati.

Di rumah keluarga lain, Rafa tampak baru saja keluar dari kamarnya dengan senyum yang mengembang luar biasa. Revan--Ayah Rafa--memberi kode pada istrinya, untuk melihat tingkah putra mereka satu-satunya yang jelas tak biasa. Mirasih hanya tersenyum dan tak bertanya-tanya, karena ia sudah tahu bahwa Rafa memang sedang merasa bahagia.

"Udah jangan diganggu, dia teh baru dapat video call dari Neng Daira, semalam. Makanya dia bahagia banget pagi ini," ujar Mirasih.

"Neng Daira? Siapa itu?" tanya Revan.

"Itu, yang pernah ketemu kita di SMP waktu ada panggilan dari Kepala Sekolah," jawab Mirasih.

"Oh ... Neng Daira yang waktu itu kehilangan beasiswa gara-gara kelakuan jahil Rafa, ya?" tanya Revan.

"Iya, yang itu. Dia teh anaknya baik banget. Enggak macam-macam. Makanya selama bersahabat sama Rafa, Rafa enggak pernah lagi bandel kayak dulu waktu masih SD," Mirasih membenarkan, sambil mengambilkan lauk untuk suaminya.

"Bukannya mereka musuhan, ya, sejak hari itu?"

"Dulu sih, begitu. Tapi ternyata meskipun mereka bermusuhan, mereka tetap berusaha menjaga tali pertemanan dengan lima orang lainnya. Jadi, ya, enggak heran sih buat Mamah kalau Rafa akhirnya benar-benar suka sama Neng Daira. Dia anak yang baik, kok," jelas Mirasih.

"Tapi ... Neng Daira suka juga enggak, sama Rafa? Jangan-jangan nanti malah bertepuk sebelah tangan."

"Kalau yang itu sedang diusahakan, Pah. Rafa itu orang yang gigih, sama seperti Papah saat mau mendapatkan hati Mamah dulu. Pelan-pelan, tapi nyelonong."

Sohib By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang