Jalan cerita 34

493 11 0
                                    

Wajib vote dan follow!!



["Aku mengingatnya hanya dengan satu rasa"]


••••

HBM🤍💐

••••

Jazziel menghampiri Ceisya yang dengan jelas perempuan itu memanggilnya.

"Kenapa, Ce?" tanya Jazziel, ketika berada dihadapan Ceisya.

Kedua sahabat Ceisya yang baru keluar kamar menjauh dari Jazziel dan Ceisya. Mencoba memberikan ruang untuk keduanya berbicara empat mata.

Alka dan Thara tau bagaimana Jazziel mengurus segala hal untuk pemakaman kedua orang tua Ceisya.

"Kamu nggak enak badan?" tangan Jazziel memeriksa kening Ceisya. Takut perempuan itu sakit.

Ceisya hanya diam diperlakukan seperti itu. Tak protes sama sekali.

"Ngobrol di taman belakang, ya," Ceisya melangkah pergi meninggalkan Jazziel. Lelaki itu pun mengikuti Ceisya dibelakangnya.

"Kamu bukannya siang tadi ada meeting?" tanya pelan Ceisya.

Keduanya duduk berdampingan, hanya ada meja kecil di antara mereka yang menjadi penghalang.

Jazziel berdehem, sambil memikirkan bagaimana cara menjawabnya. "Mereka batalin tiba-tiba pagi tadi," jawab Jazziel.

Sedangkan Ceisya hanya mengangguk percaya omongan Jazziel. Meskipun, ia tak tau yang sebenarnya seperti apa.

"Ce," panggil Jazziel.

Ceisya menoleh kepada lelaki itu. "Kenapa?"

Jazziel memperhatikan wajah Ceisya. Matanya tampak sembab, wajahnya dan sepertinya raganya juga sangat lelah. "Kamu mau ngomongin apa? Kamu kelihatan capek banget, mending istirahat dulu aja."

Ceisya menoleh dan mengukir senyum sedikit. "Kamu kenal papa sama mama?" tanya Ceisya langsung pada intinya. Perempuan itu tak melepaskan pandangannya pada Jazziel.

El mengangguk pelan. "Aku kenal untuk beberapa waktu," ucapnya pelan.

"Maksudnya?"

•Flashback on•

Hari pertama Jazziel di tugaskan di kota ini oleh Saras. Ia mengemudikan mobilnya dengan pelan ketika dalam perjalanan pulang setelah bekerja.

Manik matanya beberapa kali menatap samping kanan maupun kiri. Mencari tempat untuk mengisi perutnya yang minta untuk di beri asupan secepatnya.

Sampai akhirnya ia melihat sebuah toko roti. Ia memasuki area parkir toko tersebut. Mengambil dompet dan smartphonenya, lalu turun dan melangkah masuk ke dalam toko.

Ia melihat beberapa roti yang menarik perhatiannya. Salah satunya, yaitu croissant yang merupakan kesukaannya. Ia mengambil dua croissant dan beberapa roti lainnya.

Setelah membeli beberapa roti, ia kembali mengemudikan mobilnya. Di perjalanannya ia mengambil satu croissant dan memakannya selagi menyetir.

Ia menggigit croissant itu dan merasa tak asing dengan rasanya.

"Mirip,"

Keesokkan harinya, sebelum ia meeting dengan klien dan bekerja, Jazziel lebih dulu mengunjungi toko roti yang ia kunjungi semalam.

Ia langsung mengambil croissant dan tak berniat mengambil roti yang lain. Ia membawa rotinya untuk dibayar. Ketika sedang di kasir, ia memberanikan diri bertanya kepada salah satu karyawan toko.

"Maaf, pemilik nya ada?" tanya El.

Sebelum karyawan itu menjawab, Retta keluar dari ruangannya. "Saya pemiliknya, apa ada yang perlu dibantu?" tanya Retta.

"Atau mau komplain terkait roti yang dibeli?"

Jazziel menggeleng. "Oh, bukan. Saya suka rotinya, apalagi croissant nya. Rasanya mirip dengan buatan seseorang," ucap jujur Jazziel.

Rasanya memang sangat mirip dengan croissant buatan Ceisya yang pernah diberikan padanya dulu. Dan itu menjadi rasa favorit lelaki itu.

"Siapa nama kamu?" tanya Retta.

"Saya Jazziel biasa dipanggil dengan El," Jazziel mengangkat salah satu alisnya, bingung harus memanggil Retta dengan sebutan apa.

"Panggil Bu Retta saja,"

Jazziel mengangguk paham. Ia tersenyum dengan canggung.

"Kalau saya suaminya. Panggil saja Pak Akshar," beritahu Akshar yang baru datang. Ia sempat mendengarkan percakapan istrinya dengan El.

Jazziel kembali mengangguk dan tersenyum.

"Kalau begitu, saya permisi, Pak, Bu,"

Setelah kepergian Jazziel. Retta dan Akshar duduk berdampingan di dalam ruangan yang berada di toko.

"Jazziel sepertinya anak yang baik, ya, Pa?"

Akshar mengangguk setuju. "Kenapa, Ma?" tanya Akshar yang tau arah pembicaraan istrinya.

"Ceisya, Pa. Siapa lagi?"

Akshar terkekeh. "Papa juga merasa yakin El adalah lelaki yang baik dan sopan. Tapi, kita tidak bisa langsung mengatakan pada lelaki itu untuk bertemu Ceisya, kan? Apalagi berniat menyatukan mereka. Itu terlalu cepat,"

"Ya iya lah, Pa. Apalagi Ceisya itu juga masih belum memikirkan apa yang kita pikirkan ini,"

"Berdoa saja, Ma,"

••••

Update ini aja ya minggu ini, vote nya juga masih sepi

Vote dulu makanya!

Hi, Bye Mantan [ LENGKAP ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang