SEMBILAN

113 31 103
                                    

Jansen tampak mengecek ponselnya berulang kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jansen tampak mengecek ponselnya berulang kali. Saat ini, ia sedang duduk di bangku area samping koridor kampusnya. Entah apa yang ia tunggu, seakan sedang menanti pesan dari seseorang.

Tak lama kemudian, seorang pria dengan perut buncit tampak duduk di sebelahnya sembari mengintip sekilas layar ponsel Jansen yang terus menyala.

Pria tersebut adalah Steven, teman Jansen di universitas.

“Kamu lagi jatuh cinta?” celetuk Steven seraya bertanya pada Jansen.

Jansen lantas menatapnya sembari mematikan layar ponsel yang sedari tadi ia tatap. “Kenapa kamu mengintip?”

“Ih, aku cuma pengen ngasihin surat ini ke kamu,” ujar Steven seraya memberikan secarik kertas berwarna merah muda yang terlipat rapi pada Jansen.

Jansen tampak meraih kertas tersebut seraya memasukkannya ke dalam tas gendong tanpa berniat untuk membacanya.

“Mau sampe kapan menimbun surat?” tanya Steven sembari terkekeh pelan.

Jansen kembali mendelik ke arah teman satu jurusannya tersebut. “Sampai kamu berhenti menjadi tukang POS para gadis-gadis itu!”

“Hahaha ... Kalo aku nolak, yang ada, aku malah dijadiin kambing guling sama mereka,” canda Steven seraya menepuk-nepuk pelan perutnya yang buncit.

Jansen hanya menatap temannya itu tanpa berkomentar. Banyak mahasiswa yang meragukan persahabatan Jansen dan Steven hanya karena karakter dan fisik mereka yang sangat berbeda.

Namun, siapa sangka, mereka berdua memang berhasil berteman dengan baik sejak semester awal Strata satu, sekitar enam tahun yang lalu.

“Kamu kebanyakan mikirin materi Embedded System, makanya otakmu kaku!” sindir Steven yang masih tidak direspon apa pun oleh Jansen.

“Kita ke kantin saja! Saya belum makan siang!” tegas Jansen dengan air muka datarnya seraya beranjak dari sana tanpa memperdulikan Steven lagi.

“Kenapa gue bisa punya temen modelan kayak gitu?” gerutu Steven sembari menyusul Jansen yang sudah beranjak terlebih dahulu.

Sementara itu, Jansen masih berjalan sendirian di depan Steven. Sampai akhirnya, ada seorang mahasiswi yang tiba-tiba berhenti di hadapannya.

Jansen hanya menatap mahasiswi itu sekilas, kemudian ia sedikit bergeser ke sebelah kanan untuk melanjutkan langkahnya. Tapi, sepertinya mahasiswi itu enggan untuk melepaskannya begitu saja.

Ia tampak menarik pelan lengan kanan Jansen sehingga membuat pria Warga Negara Asing itu kesal seraya menghempaskan pelan tangan mahasiswi tersebut dari lengannya.

Mahasiswi itu bernama Gisela.

“Kenapa Kakak ngehindarin aku terus?” protes Gisela karena Jansen menghempaskan tangannya.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang