Setelah beberapa hari berlalu, akhirnya Henny bisa keluar dari rumah sakit. Adik kandung Hanny itu memang sudah sembuh. Tapi, ia belum dikirim lagi ke pesantren oleh Nazar karena harus melewati masa pemulihan terlebih dahulu.
Hanny juga sudah masuk kuliah lagi seperti biasanya. Tapi, saat ini ada hal lain yang mengganjal di dalam hatinya.
Semenjak Jansen membelikan Hanny dan Radja buku tentang materi ilmu komunikasi, pria tidak ramah lingkungan itu sama sekali tidak ada menghubungi atau menemuinya lagi.
Semua itu sontak saja membuat Hanny sedikit kehilangan. Bahkan, ia sampai berpikir jika selama ini Jansen hanya main-main padanya.
Pada saat jam kelas pagi, sesekali Hanny tampak melirik ke arah Radja yang duduk di bangku samping bangkunya. Radja sendiri terlihat sedang sangat berfokus memperhatikan dosen yang sedang menerangkan.
Sesaat kemudian, Radja mulai menyadari gelagat Hanny. Ia tampak membalas tatapan dari teman baiknya itu sembari menautkan alisnya.
“Ada apa?” tanya Radja seraya berbisik.
Hanny masih tampak ragu untuk bertanya. Ia hanya menggelengkan kepalanya pelan seraya beralih menatap sang dosen.
Sepertinya, Hanny ingin menanyakan Jansen pada Radja. Hanya saja, benteng gengsinya terlalu kokoh hingga ia enggan untuk berucap.
Setelah jam kelas pagi selesai, Radja langsung menegur Hanny sebelum gadis itu sempat keluar dari dalam kelas.
“Ada apa? Kenapa kamu terlihat sangat gelisah?” tanya Radja lagi, untuk memastikan.
“Mm ... ada yang mau aku tanyain sama kamu,” ujar Hanny, masih dengan keraguannya.
“Kenapa sangat canggung? Saya bukan orang lain,” protes Radja sembari menggeser kursi yang ia duduki ke dekat kursi tempat Hanny duduk.
Gadis tangguh itu tampak menatap lekat wajah Radja. “Kakak kamu baik-baik aja, kan?”
Radja spontan menyunggingkan senyum tipisnya setelah ia mendengar pertanyaan Hanny. “Kenapa kamu tidak menghubunginya saja?” godanya sembari memasang senyum yang jahil.
Hanny lantas mengusap wajah sahabatnya itu dengan kasar. “Dia pasti bertingkah kalo gue ngehubungin dia duluan!”
“Hahaha .... Lagian, apa salahnya bilang kalau kamu sedang rindu,” sindir Radja sembari terbahak.
“Siapa yang rindu?” Hanny menyangkal seraya memukul pelan meja dengan bukunya.
Radja menetralkan kembali raut wajahnya. “Kalau kamu mau, bagaimana kalau kita ke universitasnya saja? Beberapa hari ini, kakak saya sering pulang larut malam.”
“Nanti, kita malah ganggu dia kalo datang ke sana,” keluh Hanny.
“Udah, percaya saja pada saya!”
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE : Our Story
RomansaDeskripsi nyusul, yaa.. intinya ini kisah nyata dan aku berkolaborasi dengan adik iparku.