TIGA PULUH SATU

48 13 56
                                    

Jansen tampak sedang termenung sendirian di area fakultasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jansen tampak sedang termenung sendirian di area fakultasnya. Setelah pekerjaannya ketahuan oleh Hanny, mereka memang tidak saling memberi kabar karena Hanny yang masih belum bisa menerima pekerjaan Jansen itu.

Jansen sendiri tidak mencari Hanny karena ia ingin memberikan ruang terlebih dahulu pada kekasihnya itu. Sepertinya, pria bertubuh tinggi itu sedang mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk jika Hanny sudah memutuskan apa yang akan ia lakukan setelah ini.

Ketika ia sedang duduk termenung, tiba-tiba ada seseorang yang beranjak duduk di sampingnya. Jansen menoleh ke arah orang tersebut. Ternyata, orang itu adalah Sigit.

“Kenapa kamu ada di kampus barat?” tanya Jansen dengan sedikit terkejut.

Universitas Teknologi tempat Jansen dan Sigit berkuliah memang memiliki jurusan yang sangat banyak. Beberapa jurusan juga memiliki lokasi kampus yang berbeda-beda.

“Dosenku lagi ada di kampus ini. Aku ke sini mau minta tandatangan sama beliau,” jawab Sigit sembari tersenyum hangat.

Jansen hanya menganggukkan kepalanya, kemudian ia kembali mengarahkan pandangannya ke depan.

“Kamu sama Hanny lagi ada masalah?” tanya Sigit lagi yang sontak membuat Jansen menundukkan kepala sembari tersenyum lirih.

“Apa dia ada bercerita padamu?” Jansen balik bertanya.

Sigit tampak menggelengkan kepalanya pelan. “Dia gak bilang apa pun. Tapi, beberapa hari ini aku lihat dia gak seceria biasanya.”

Jansen mulai menghela napas berat. Mungkin, memang sudah waktunya untuk membereskan masalah yang sedang menimpa keduanya.

“Kapan kelasmu selesai?” tanya Jansen sembari menatap Sigit.

“Sekitar tiga jam lagi,” jawab Sigit.

Jansen menganggukkan kepalanya pelan. “Kalau begitu, saya akan menunggu.”

Sigit ikut menganggukkan kepalanya. Sepertinya, hari ini Jansen berencana untuk bertemu dengan Hanny di rumah Sigit.

_._

Sementara itu, Hanny juga terlihat sedang merenung di dalam kelasnya. Kelas paginya memang sudah selesai. Hanya saja, ia masih enggan untuk keluar dan lebih memilih untuk tetap duduk di bangkunya.

Tak lama kemudian, Radja kembali masuk ke dalam kelas sembari membawa dua botol minuman dingin. Radja tampak membuka salah satu tutup botolnya seraya memberikannya pada Hanny.

Hanny menerima botol itu sembari tersenyum hambar. Ia hanya memandangi botol itu, tanpa meminumnya.

“Maaf, karena saya ikut menyembunyikan perihal pekerjaan kakak saya,” sesal Radja.

Hanny kembali tersenyum hambar. “Gak apa-apa. Aku tau, kamu ngelakuin itu juga karena kamu berada di posisi yang sulit.”

“Kalau kamu bisa memaklumi saya, kenapa kamu juga gak bisa memaklumi kakak saya?” cecar Radja dengan sedikit serius.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang