EMPAT PULUH

42 17 55
                                    

Siang ini, hujan turun dengan sangat deras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang ini, hujan turun dengan sangat deras. Sepulang kuliah, Hanny memang langsung dibawa oleh Radja ke rumahnya. Tapi, Radja sendiri hanya mengantarnya sampai ke halaman depan, lalu ia bergegas untuk menjemput Mey dan hingga saat ini belum kembali.

Hanny sedang berdiri di ruang tamu rumah Jansen sembari memandangi hujan dari jendela rumah. Ia tampak melipat kedua lengan di bawah dada karena rasa dingin mulai meraba tubuhnya.

Ketika Hanny sedang merasakan dingin itu, tiba-tiba Jansen datang seraya merengkuhnya dari belakang. Hanny tampak sedikit terkejut. Ia sedikit menoleh ke arah samping sembari menatap Jansen yang kini sudah menempelkan dagu pada bahunya.

“Terima kasih sudah datang kemari lagi. Bahkan, setelah ibuku pulang,” ucap Jansen dengan pelan.

Hanny tampak mengusap singkat rahang Jansen. “Aku udah janji sama Mama kamu. Jadi, pasti aku tepatin.”

“Hanya karena janji pada ibuku saja, hm?” tanya Jansen, masih dengan suara yang cukup pelan.

Hanny lantas tersenyum tipis. Ia tahu jika Jansen ingin mendengar sesuatu yang manis darinya.

“Kamu kira, karena apa lagi?” Hanny balik bertanya seraya tersenyum samar.

“Bukan karena merindukan saya?” goda Jansen sembari menyusupkan wajahnya pada cengkuk leher Hanny.

Hanny mengerjapkan mata singkat karena merasakan sedikit sensasi pada lehernya. Ia juga merasakan dekapan Jansen yang kini semakin erat pada tubuhnya.

“Jen?” panggil Hanny dengan pelan karena kini Jansen sedang beralih mengendus pelan telinganya.

Jansen tidak mengucapkan apa pun. Ia lantas melepaskan dekapannya pada tubuh Hanny seraya menarik pelan bahu mantan kekasihnya itu agar Hanny mau menghadap padanya.

Diraihnya kedua sisi pipi Hanny secara perlahan. Hanny langsung menyadari jika saat ini Jansen sedang berusaha untuk menciumnya.

Benar saja ...

Beberapa detik kemudian, Jansen tampak mendekatkan wajahnya pada wajah Hanny. Gadis tangguh itu mulai kebingungan. Bukan karena mereka sudah jadi mantan kekasih, tapi karena Jansen memasang sorot mata yang berbeda ketika pria bertubuh tinggi itu sedang berdekatan dengannya.

“Jen!” pekik Hanny dengan pelan seraya mendorong dada bidang Jansen ketika jarak wajah mereka hanya tinggal dua senti meter lagi.

“Hm?” Jansen tampak memperdalam tatapan pada netra sang wanita tangguh.

“Jangan gini,” pinta Hanny sembari membalas tatapan Jansen.

Pria tidak ramah lingkungan itu lantas tersenyum singkat seraya kembali mendekap erat tubuh Hanny. Hanny sendiri mulai menerima pelukan yang sangat hangat itu. Ini lebih baik dari pada Hanny harus melihat Jansen yang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang