EMPAT PULUH LIMA

42 25 79
                                    

“Kak,” panggil Radja ketika ia melihat Jansen yang baru saja keluar dari dalam kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kak,” panggil Radja ketika ia melihat Jansen yang baru saja keluar dari dalam kamarnya.

“Ada apa?” tanya Jansen seraya berjalan menghampiri Radja yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Ada sesuatu yang ingin saya diskusikan. Mengenai kuliah saya,” ucap Radja dengan hati-hati.

Jansen tidak menjawab apa pun. Ia hanya beranjak menuruni anak tangga yang langsung diekori oleh Radja. Keduanya lantas duduk di sofa ruang tengah. Sepertinya, hal yang mau Radja sampaikan sangat lah serius.

Jansen tampak menatap wajah sang adik yang kini sudah duduk lima puluh senti meter di sampingnya. Sepertinya, ia sedang menunggu Radja mengatakan keluhannya.

“Mm ... sebenarnya, saya ingin keluar dari universitas saya yang sekarang,” beritahu Radja, masih dengan ragu-ragu.

Dari reaksi Jansen yang tetap terlihat tenang, sepertinya pria tidak ramah lingkungan itu memang sudah menduga jika adiknya pasti akan meminta untuk pindah kuliah.

“Kamu tetap ingin pindah ke fakultas farmasi?” tanya Jansen. Sama sekali tidak ada nada mengintimidasi ketika ia menanyakan hal tersebut.

Radja tampak menganggukkan kepalanya pelan. “Bukan saya tidak menghargai keinginan Papa. Tapi, saya juga ingin belajar di bidang yang memang saya mampu.”

Jansen mulai menghela napas beratnya. Sebenarnya, orang tua mereka sama sekali tidak mengizinkan Radja untuk ikut menyusul Jansen ke Negara Indonesia. Untuk itu, ayah mereka memberikan tantangan pada Radja.

Jika Radja tetap ingin menyusul Jansen, maka Radja harus berkuliah dengan jurusan yang sudah ayah mereka tentukan.

Radja sendiri sebenarnya sudah lulus SMA satu tahun sebelum Hanny. Ia sempat berkuliah dulu di negaranya, kemudian ia mengikuti pertukaran mahasiswa ketika ia akan masuk ke semester tiga.

“Dengar!” Jansen kembali bersuara seraya menegaskan dengan pelan. “Untuk saat ini, Kakak belum memiliki cukup uang untuk mengurus kepindahan kamu. Jika kamu bisa menunggu, Kakak akan mengusahakannya secepat mungkin.”

Radja segera menggelengkan kepalanya setelah ia mendengar penuturan Jansen. “Bukan, maksud saya bukan ingin meminta uang pada Kakak.”

“Lalu, bagaimana?” cecar Jansen. “Kamu juga tidak mungkin meminta ini pada Papa dan Mama.”

Radja tampak menghela napas beratnya. “Saya bisa mencari kerja paruh waktu, sama seperti Kakak. Jika uang saya sudah cukup, saya akan mengurus kepindahan saya sendiri.”

Sungguh, sebenarnya ini sangat membuang-buang waktu. Tapi, Jansen juga tidak bisa membiarkan Radja tetap berkuliah di bidang yang ia sendiri tidak menginginkannya.

“Masalahnya, kamu menjalani mahasiswa pertukaran dengan fakultas ilmu komunikasi ini. Selain masalah biaya, kamu juga harus menyelesaikan masa pertukaran kamu ini. Jadi, tunggu masa pertukaran kamu selesai. Siapa tau, nanti Kakak sudah mendapatkan pekerjaan tetap di sini,” imbuh Jansen dengan penuh pengertian.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang