Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hanny dan Jansen masih saja berdiri di teras rumah Sigit. Setelah Sigit menyindir mereka berdua, Hanny dan Jansen memang kembali terdiam tanpa bersuara.
Apa lagi, dengan tanpa dosanya Sigit malah masuk ke dalam rumah seraya meninggalkan mereka berdua setelah ia mengucapkan kalimat tersebut.
Karena mulai merasa kesal, akhirnya Hanny memutuskan untuk berbalik seraya mencoba untuk beranjak dari sana. Tapi, secepat mungkin Jansen menarik pelan lengan Hanny sebelum gadis itu benar-benar pergi meninggalkannya.
Hanny kembali berbalik sembari melirik singkat ke arah lengan kanannya yang sedang digenggam oleh Jansen. Setelahnya, ia tampak menatap wajah pria tidak ramah lingkungan itu dengan tatapan yang cukup tajam.
“Ada apa lagi?” tegur Hanny.
Jansen tampak menelan salivanya kasar. “Kamu mau ke mana?” tanyanya dengan begitu kaku.
Hanny tampak berdecak seraya menghempaskan pelan tangan Jansen dari lengannya. “Aku mau pulang, lah. Masih ada tugas yang harus aku beresin.”
“Tapi, saya belum selesai bicara denganmu,” protes Jansen dengan pelan.
“Kamu mau ngomong apa lagi? Bukannya kamu sendiri yang nyuruh aku buat tegas sama keputusan aku?” protes Hanny sembari menautkan alisnya.
Jansen langsung terdiam. Ia memang masih ingin lebih lama berdekatan dengan gadis tangguh tersebut. Tapi, ia juga menyadari jika Hanny kini sudah bukan menjadi miliknya lagi.
“Kemaren, aku minta break sama kamu supaya kita masih bisa berkomunikasi kayak sekarang! Supaya hubungan kita masih tetap baik walaupun kita gak bersama dulu! Tapi, kamu malah nyuruh aku mempertegas hubungan kita! Kamu kira, aku bakal sudi ketemu sama kamu setelah kita jadi mantan?” Hanny terus saja melontarkan protesnya dengan nada yang cukup tinggi.
Dari sini, Jansen mulai menyadari jika ego sesaatnya telah membuatnya sangat menyesal. Seharusnya, tempo hari ia tidak terlalu keras pada Hanny.
Tidak dapat dipungkiri, Jansen juga hanyalah manusia biasa yang bisa penat dengan setiap malasah hidupnya, walaupun ia tidak pernah memperlihatkan semua itu pada orang lain.
“Aku juga orang yang paling anti balikan sama mantan! Jadi, aku harap kamu gak usah gangguin aku lagi!” tegas Hanny, kemudian ia benar-benar beranjak dari sana tanpa memedulikan Jansen lagi.
Pria tidak ramah lingkungan itu cukup terkejut. Semarah itu Hanny padanya. Padahal, kesalahan ada pada dirinya sendiri karena ia enggan jujur sejak awal perihal pekerjaannya di klub malam itu.
Dari ambang pintu, Sigit melihat keduanya bertengkar sembari sesekali menghela napas berat. Ia tahu jika sepupunya itu masih sangat menginginkan Jansen.
Sementara itu, Hanny terus melangkahkan kakinya dengan kesal menuju ke dalam rumah. Di rumah, ia melihat Radja yang masih setia mengumpulkan bahan presentasinya.