DUA PULUH

46 16 17
                                    

Hanny dan Jansen baru saja sampai di pangkalan ojek area komplek tempat Hanny tinggal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hanny dan Jansen baru saja sampai di pangkalan ojek area komplek tempat Hanny tinggal. Hanny sengaja meminta untuk turun di situ agar tidak terlihat oleh Nazar.

“Kamu jalan terlebih dahulu. Biar saya ikuti dari belakang,” imbuh Jansen.

“Aku bisa pulang sendiri, kok, kalo dari sini,” ujar Hanny sembari menatap ke arah jalan menuju rumahnya.

“Saya tidak akan tenang sebelum kamu masuk ke dalam rumah. Jadi, jangan menolak!” tegas Jansen dengan pelan sembari mengusap kepala Hanny.

Hanny hanya menganggukkan kepalanya pelan. Setelahnya, ia tampak sedikit terkejut karena Jansen tiba-tiba mendekati wajahnya.

Dekat ... dekat ... dan terus mendekat hingga membuatHanny seketika menjadi sangat panik.

Please, dia mau ngapain lagi?” tanya Hanny di dalam hatinya sembari memejamkan mata.

Klik

Terdengar suara kunci sabuk pengaman yang dilepas. Dengan segera Hanny membuka matanya karena ia telah salah paham pada Jansen. Ia kira, Jansen akan kembali menciumnya. Ternyata, pria tidak ramah lingkungan itu hanya sedang membantu Hanny membuka sabuk pengaman.

Cup

Namun, hal tidak terduga terjadi ...

Setelah Hanny membuka mata, tiba-tiba Jansen mengecup bibirnya dengan singkat sehingga membuat Hanny terkejut bukan main.

“Kenapa memejamkan mata, hm?” tanya Jansen yang jarak wajahnya masih sangat dekat dengan Hanny.

Hanny menatap netra Jansen dengan sedikit tidak karuan. Pria di hadapannya itu memang selalu membuatnya mati gaya.

Duh, anjir! Mana ganteng banget, lagi,” gerutu Hanny di dalam hatinya sembari terus menatap wajah Jansen yang jaraknya hanya dua senti meter dari wajahnya.

Hanny masih belum mengeluarkan suaranya. Ia hanya mengangkat tangannya secara perlahan seraya meraba rahang Jansen dengan begitu halus.

Jansen mulai tersenyum tipis pada Hanny. Ia melihat, gadis tangguh itu semakin mendekatkan wajahnya.

Hanny memberanikan diri untuk membalas kecupan Jansen berkali-kali. Jansen yang tampak gemas, lantas meraih kedua sisi pipi Hanny seraya melumat bibir ranum kekasihnya itu agar bibirnya diam dan tidak terlepas.

Hanny kembali terkejut. Hanya saja, kali ini ia sudah bisa memprediksi respon dari Jansen tersebut. Untuk itu, ia ikut memejamkan matanya sembari melingkarkan kedua lengannya pada tengkuk Jansen.

“Kalau seperti ini, saya jadi tidak rela melepaskanmu pulang,” bisik Jansen seraya menempelkan hidung mancungnya pada telinga Hanny.

“Besok juga, kita ketemu lagi,” ujar Hanny sembari meraih kedua rahang Jansen, menjauhkan wajah pria itu dari dekat telinganya karena ia merasa kegelian.

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang