BAB 06: Perasaan Zayn

14 4 0
                                    

Memetik senar gitar dengan asal-asalan, tak peduli seberapa buruknya nada yang dihasilkan. Memukul drum dengan malas, seakan tak ada semangat dalam hidupnya, serta duduk di sofa dengan tangan bertopang pada dagu. Ketiga laki-laki yang bernama Bentala Zayn Shailendra, Rafi Gunawarman, dan Naksatra Alhazen itu sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Saat ini mereka sedang berada di studio musik tempat tongkrongan mereka jika ada waktu luang. Dan saat ini juga waktu luang mereka digunakan untuk melamun. Padahal niat mereka kumpul di studio ini untuk latihan musik.

Laki-laki dengan alis tebal, mata cokelat dengan rambut sedikit ikal yang bernama Naksatra Alhazen itu merebahkan tubuhnya setelah sekian lama ia duduk dengan tangan yang bertopang di dagunya. Tangan kirinya ia gunakan sebagai bantalan kepalanya, sedangkan matanya yang berwarna cokelat muda itu menatap atap studio.

"Ya Allah, kalau boleh jujur, nggak apa-apa kalau hamba nggak dirayakan asalkan hamba dikayakan saja," ucap Naksatra setelah sekian lama ia terdiam. Dan nyatanya ia sedang memikirkan dirinya sendiri. Hari ini, tepatnya tanggal 30 Maret, usianya menginjak 18 tahun. Namun, di saat orang lain bahagia ketika usianya bertambah, laki-laki itu malah bersedih karena tak seorang pun ingat dengan hari kelahirannya.

Naksatra menoleh pada kedua temannya yang sepertinya mereka juga sedang sibuk dengan isi pikirannya masing-masing.

"Kalian beneran nggak inget tanggal ulang tahun gue?" tanya Naksatra yang mendapatkan gelengan kepala dari kedua temannya itu. Untuk kesekian kalinya, Naksatra menghela napas.

"Emang paling bener jadi orang kaya aja biar bisa ngerayain diri sendiri," ucapnya, sudah frustrasi dengan keadaannya saat ini.

"Dari lahir juga lo udah kaya kali, Tra," ujar Bentala pelan.

"Dari banyaknya tutorial, kenapa nggak ada tutorial caranya mindahin uang 10 miliar dari pikiran ke rekening?" ucap Rafi tiba-tiba. Sepertinya isi pikiran Naksatra dengan Rafi sama saja; mereka ingin menjadi orang kaya dengan instan. Padahal mie instan saja masih ada prosesnya.

Naksatra yang mendengar ucapan dari Rafi reflek langsung terduduk rapi dengan menatap laki-laki dengan gaya rambut two block itu. "Spil dong gimana caranya?"

"Si anjing, malah minta spil. Rafi aja nggak tahu caranya gimana," kata Bentala tanpa mengalihkan tatapannya dari senar gitar.

"Argh... Ketua mau istirahat, ketua capek memikirkan semuanya!!" teriak Naksatra sembari merebahkan kembali tubuhnya di atas sofa. Namun, bedanya sekarang ia benar-benar memejamkan matanya, berniat untuk tidur.

"Dramatis, najis."

"Sok punya beban."

Kata Bentala dan Rafi hampir bersamaan.

•••🦋•••

"Iya sama-sama, Zayn. Lagian emang selagi bisa membantu sesama teman kenapa enggak?" ucap Ilesha. Ia baru saja memberikan saran pada Bentala yang sedang bingung karena Bentala belum mengerjakan tugas praktik bahasa Arab. Karena ia terus-terusan diteror guru agar segera mengerjakan tugasnya, dan jika ia tak segera mengerjakan maka ia tak akan mendapatkan surat kelulusan. Tentu saja itu membuat Bentala panik.

"Jangan, temen," ucap Bentala di seberang telepon, membuat Ilesha refleks menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Apa maksudnya?" pikir Ilesha sambil mengerutkan keningnya, bingung.

Namun beberapa menit kemudian, Ilesha kembali menempelkan benda pipihnya itu ke telinganya. "Lah terus? Oh, iya. Anggap aja kita lagi sodaraan."

Terdengar hela napas di seberang telepon. "Iya deh haha..."

life after break up | Ilesha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang