"But when they're no longer a vessel of such and all they do is drag you into settling for mediocrity. Maybe it's time to stare..."
Sebelum ataupun sesudah, ada suara orang bernarasi kata-kata yang Raine ijinkan untuk menemaninya menyisiri jalanan Sydney yang sedang basah ini.
Tangan kiri yang tidak memegang payung transparan bergagang hitam, ia masukkan dalam saku mantel berwarna cokelat muda yang sedang melekat di tubuh rampingnya.
Bertolak belakang dengan nama yang ia punya,
Raine membenci rain.
Oleh karena itu, ia senang telinganya dibuat sesak karena airpods yang saat ini ia gunakan untuk mendengar podcast dari akun kesukaannya. Meski begitu, kepala Raine menghasilkan lebih banyak suara hari ini.
Yang ia pandangi adalah air yang terpaksa harus menyebar pelan ke segala arah, akibat pertemuan jalan basah ini dengan bagian bawah sepatu bootsnya.
Tapi yang tergambar dalam kepalanya sekarang adalah wajah dingin Joevian sejak pertemuan mereka beberapa hari yang lalu.
Bagaimana pria itu menoleh pelan kearah Raine, kelihatan tak bersimpati sampai gagal mencerminkan raut pucat pasi di wajahnya saat itu.
Lidahnya kelu. Tak bisa bicara.
Begitu juga dengan Joevian, yang memilih untuk bungkam.
Raine pada saat itu berharap bahwa Joevian akan menjadi pihak yang cukup berani untuk mengutarakan penolakannya.
Mereka mempunyai perasaan yang sama. Pasti.
Tapi, tak ada satu kata pun keluar dari mulut Joevian. Diamnya pria itu mengundang sensasi cekikan hebat di lehernya.
Bahkan sampai saat ini, dimana ia kembali ke masa sekarang, pemikiran itu masih berhasil membuat kedua tangannya terkepal. Begitu erat.
Pada akhirnya juga yang Raine lakukan adalah pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun. Ia buang pedulinya mengenai pandangan seluruh orang di hunian milik keluarga Alarie.
Ting.
Suara pesan masuk membuyarkan pikiran Raine, baik dari podcast yang ia dengarkan, atau reka ulang kejadian tak menyenangkan itu.
Melalui surai pirangnya yang hari ini dibiarkan tergerai, Raine tahu pesan dari sang ibu datang lebih banyak hari ini.
Mom:
Jangan khawatir. Tuan dan Nyonya mengerti juga menganggap sikap Raine adalah wajar.
Besok, nyonya minta Raine untuk minum teh bersama.
Coba kita luangkan waktu untuk dengarkan kekhawatiran beliau.
Sedikit usaha untuk membalas budi murah hatinya keluarga Alarie selama ini.
Matanya tak bisa berhenti membaca pesan itu berulang-ulang, tak bisa juga ia hentikan suara dengkusan untuk keluar, entah seberapa nyaring sampai teman-temannya yang sibuk bicara dengan satu sama lain sambil berjalan di depan kini menoleh ke belakang.
Yang pertama merenggut paksa airpods dari telinga kanannya adalah Janice.
Perempuan bermata kucing itu terlihat siap mengaum dari ekspresi tajamnya, tangan mengambang di udara, memegangi benda kecil tersebut.
"As your roommate, sikap lo ini gak bisa gue toleransi lagi. Serius."
Janice memiringkan tubuhnya, kaki condong kearah dimana kedua temannya lagi, Jade dan Elise, berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleure
RomanceHollywood's fallen prince, Joevian Earl Alarie, returns home. Binds him to Raine Grace Arabella, whose life intertwined with Alarie's saga her whole life, once again.