31. Love is (Indeed) In The Air

2.1K 320 196
                                    

Raine merasa aneh kenapa minggu ini terasa begitu sepi dan panjang. Atau mungkin bisa dibilang sepanjang minggu ini sangat biasa.

Dia merasa sedikit kecewa saat menyadari rencananya untuk menonton pertunjukan drone bersama Joevian dari area luar penthouse mereka tidak bisa terwujud.

Sejak insiden Brigitta, rumah besar Alarie menjadi sangat sibuk. Ada sesuatu tentang menambah orang ke rumah besar mereka. Sementara ayahnya ahli dalam hal itu, Monica dan ibunya membentuk tim yang baik dalam memilih pelayan dan asisten. Joevian dan Nicholas bekerja sama dalam urusan Alarie.

Suatu kali, Raine mencoba bertanya kepada Joevian tentang perannya dalam semua ini. Yang pria itu katakan hanyalah, "Lo lagi persiapan magang, materi buat I-Lead, dan ujian akhir bentar lagi. Fokus itu aja."

Itu masuk akal untuk beberapa alasan. Semua orang melakukan bagian mereka, tetapi tetap saja, Raine merasa tidak terlibat dalam semuanya.

Terutama sekarang, di sebuah restoran yang tidak dikenalinya yang dipilih oleh Theodore untuk pertemuan mereka. Dia merasa gelombang ketidaknyamanan itu lagi. Ada banyak orang di sana karena waktu makan siang, tetapi suara-suara itu memudar di latar belakang.

Dia menatap es kopi yang mencair, membuat genangan berantakan di sekitar gelas. Dari sudut matanya, dia juga bisa melihat sedikit pakaian formal yang dikenakan Theodore.

Saat menatap ke atas, mata mereka bertemu.

"Programnnya bakal diundur sampai akhir agustus?" tanya Raine. "Tapi bukannya berarti udah semester baru ya? Itu bahkan gak lama sampai midtest."

"Itu satu-satunya waktu yang disepakati oleh semua perwakilan perusahaan, Raine. Juga alasan kenapa kami coba membahasnya minggu ini dan memberikan rekomendasi buat mahasiswa yang bergabung dengan program I-Lead. Tentang ujian tengah semester, aku bakal bantu kamu," kata Theodore dengan suara tenang dan mantap.

Raine bahkan tidak ingin menghela nafas. Dia mengerti bahwa perubahan mendadak ini mempengaruhi MUBS, terutama Theodore sebagai presiden, lebih dari siapa pun.

Setelah memainkan lengan kardigan abu-abunya dan meletakkan kedua tangan di atas meja, Raine mengangguk penuh pertimbangan.

"Aku gak ada masalah sih. Berarti dikasih lebih banyak waktu buat persiapan, kan?"

Theodore terlihat sedikit lebih rileks dan mengangguk, senyum cerahnya akhirnya muncul setelah terlihat tegang sepanjang pertemuan mereka.

"Rasanya gak enak banget. Karena ini mungkin aja ganggu rencana kamu. Makanya aku ajak ke restoran ini—buat makan siang, on me," katanya dengan mata yang lembut penuh perhatian.

"Kenapa ngerasa perlu minta maaf? Kamu gak salah ya! Udah cukup bantu buat ikut program ini, jadi tolong jangan pernah ngerasa berhutang apa-apa sama aku lagi. Bahkan, makan siang hari ini aku yang traktir!" Raine memutuskan dengan suara tegas namun hangat.

Theodore dengan tegas menolak itu, tetapi Raine terus memaksanya. Raine selalu merasa nyaman di sekitar Theodore karena dia seperti mentor dan kakak laki-laki yang merawatnya. Dia tidak pernah khawatir tentang apa pun karena kadang-kadang mereka berbicara tentang tipe pria yang mereka sukai.

"Halo," seorang gadis kecil datang ke sisi Raine. Raine, yang masih bercanda dengan Theodore, sekarang melihat ke sebelah kirinya, melihat seorang gadis kecil berambut hitam panjang, terlihat cantik dalam pakaian krem bermotif bunga yang melengkapi kulit gelapnya yang indah.

"Halo!" sapa Raine dengan gembira. Dia kemudian menatap mawar merah yang diangkat di udara, seolah-olah memintanya untuk mengambilnya. "Apa kamu butuh bantuan dengan itu? Atau?"

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang