9. First (Tentative) Steps

1.5K 299 76
                                    

Ajakan, tidak—perintah dari Joevian agar Raine ikut dengannya untuk pergi selama rentang waktu yang tidak jelas itu, meski mengundang ragu, pada akhirnya tetap membuat Raine membawa koper kosong serta koper berisi keperluannya.

Joevian menunggu di depan pintu kamarnya. Kali ini, ia terlihat serius ingin pergi, dengan kaus berwarna hitam dan celana jeans berwarna cokelat.

Raine menahan senyum saat melihat airpods yang ia kembalikan kepada Joevian dengan sedikit mengolok itu, kini bersemayam nyaman di ceruk leher pria berwajah dingin tersebut.

"Lima menit doang?" tanya Joevian, melirik jam tangan klasik di pergelangannya.

Pertanyaan itu dilontarkan karena Raine bersiap dan memasukkan barang-barangnya dalam waktu yang begitu singkat.

Padahal lima menit itu hanya cukup untuk berganti baju saja. Sedangkan koper sebenarnya sudah lama ia siapkan, berjaga-jaga jika ia dipersilakan pergi.

Sambil berdeham dan memainkan lengan kemeja oversized yang ia jadikan bagian luar pakaiannya—gaya klasik Raine dalam berpakaian kasual—ia mengangguk kecil.

"Karena barang-barangku sudah rapi, jadi gak terlalu makan banyak waktu buat packing," Raine menyombongkan diri dengan pelan.

Suara dengkusan keluar dari Joevian. Pria itu menarik koper yang Raine bawa sebelum berjalan ke dalam kamarnya.

"Kita mau pergi kemana?" Raine sedikit berteriak.

"Far away from the city."

Ia sungguh tidak bisa menerima jawaban ambigu Joevian begitu saja tanpa menggerutu, "Amerika juga jauh dari kota ini. Belanda? Jepang? Korea? Semuanya kan jauh!" Raine melipat tangan di dada, menatap Joevian dengan tatapan penuh rasa frustrasi.

Langkah Joevian terhenti sesaat.

"Lo yang tentuin. Intinya, gue mau pergi jauh dari tengah kota dan kita bisa tinggal disana buat beberapa lama, gak tau sampai kapan," Katanya dengan nada tegas.

Brak

Pernyataan sekuat itu disertai suara keras ditutupnya pintu kamar Joevian.

Padahal masih musim panas, tapi Raine mematung seolah seluruh tubuhnya ditutupi oleh es batu saat ini. Sementara pikirannya berusaha mencerna kata-kata terakhir Joevian.

Ingin pergi jauh untuk waktu yang lama?

Raine begitu ingin melempar koper itu ke sembarang arah, lalu membawa kaki yang dipakaikan sandal menuju kamar Joevian, menggedor dengan frustrasi agar pria itu menarik ucapannya ingin membawa Raine pergi.

Tapi mana mungkin ia bisa melakukan itu.

Yang bisa perempuan itu lakukan adalah meluruhkan tubuhnya ke lantai dan duduk dengan lunglai, ia benar-benar putus asa.

Lantai marbel mewah, lampu kuning di atas kepalanya, serta semua benda di penthouse yang berada dalam radar yang sama dengan Raine pasti jika bisa, sudah tertawa keras. Raine merasa seolah-olah seluruh dunia bersekongkol untuk menertawakannya, memperparah rasa ketidakberdayaannya.

"Coba aku dari lama berusaha jadi orang yang tuan muda cukup suka dan pantas buat dipedulikan. Pasti dia lari dari aku juga." Tangan kecilnya mengacak rambut pirang yang ia miliki dengan frustasi.

"Tapi karena dia gak suka dan gak peduli. Jadi hilang rasa segan buat bikin repot itu, yang ada makin semangat seret aku ke dalam masalahnya, dasar TUAN MUDA!"

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang