7. Echoes of Dissonance

1.4K 284 40
                                    

Malam seperti ini, tidak ada yang Raine inginkan lebih dari kembali ke asrama kampus mereka, belajar semalaman dengan Janice.

Meski otaknya akan terasa hampir meledak karena kebiasaannya yang memiliki jadwal belajar berantakan, setidaknya Raine bisa pergi ke minimarket kapan saja, bahkan pukul satu pagi sekalipun. Jalan-jalan sambil berbagi AirPods, menari seakan tak ada orang di jalanan Sydney.

Tidak seperti sekarang, di mana ia harus berada di penthouse yang meskipun begitu megah, tetap saja terasa dingin.

Berapa kali Raine mengusap matanya, merasa pusing melihat kertas berserakan, tablet yang menyala, dan berbagai perlengkapan belajar lainnya.

Padahal diffuser wangi lavender lemon sudah dinyalakan. Tetap saja, kepalanya terus berdenyut disertai rasa sakit. Mungkin ini terjadi karena kelalaian Raine yang melewatkan makan bahkan sampai detik ini.

Setelah mengumpulkan niat, akhirnya Raine mengalahkan rasa malas dan turun ke bawah untuk memenuhi rasa haus dan laparnya. Ia pun sudah penuh tekad untuk tidur dulu sebelum melanjutkan belajar semalaman.

Sekarang pukul tujuh, mungkin Raine bisa bangun pukul 10 atau 11 malam.

Baru saja ia ingin membuka kulkas, gerakan Raine terhenti saat melihat ada note kecil yang ditempel.

'I don't like the stunt you pulled today. Don't do that again. And i'll be out with my friends. You can go out too, but makes sure to go home before i did. I'll be home at 11.'

"Is he for real?" Gumamnya kesal, segera melepas note itu dari kulkas sebelum membaca pesan singkat tersebut berkali-kali.

Ini pasti karena apa yang terjadi di kampus siang ini.

Diawali dengan Joevian yang membuat teman baru di kampus. Seperti perkiraannya, Joevian berteman dengan Maeven dan kelompoknya.

Mungkin, itu sudah peraturan utama, bagi mereka dari kalangan atas untuk bergaul dengan seseorang yang setara.

Saat bola yang Raine mainkan dengan teman-teman kampus menggelinding tepat ke kaki Joevian, saat mereka bertukar tatap untuk sesaat, Raine menatapnya dalam untuk menyampaikan pesan kecil.

'Congrats on finding your peers.'

Tapi Joevian menatapnya dingin sekali lagi. Hal itu pun tak mengganggunya bahkan untuk sesaat.

Lelaki itu adalah orang paling pelit dalam urusan membuka mulutnya. Tapi jikapun ada kesempatan, entah lewat tulisan atau secara langsung, pasti punya cara untuk membuat dadanya nyeri.

Setelah menahan-nahan diri untuk tidak menulis jawaban yang besar kemungkinan berakhir jadi bumerang untuk dirinya sendiri.

Raine memilih untuk meremas kertas itu sampai berbentuk bola. Sebelum menggeram lalu kembali ke kamarnya.

Joevian membuatnya kehilangan selera untuk makan ataupun minum, hingga ia memutuskan lebih baik tidur dengan membawa perasaan kesal ini.

ABORT MISSION!

Raine seharusnya tidak pernah memikirkan untuk kembali ke kamar hanya karena perasaannya dibuat kesal oleh selembar catatan kecil.

Karena pada pukul setengah 12 malam, ia terbangun dengan tenggorokan dan mulut yang kering.

Raine bisa saja menganggap semua ini sebagai keajaiban, karena ia memang punya rencana bangun pukul 11 tapi lupa menyalakan alarm.

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang