"How can it happened?"
Joevian merasa seluruh dari dirinya jatuh begitu saja. Dari mulut hingga jantungnya, semua terasa pahit.
Octavia.
Perempuan yang membawa neraka bagi Joevian kini bahkan mengikutinya hingga Australia.
Ia terduduk lemas, membiarkan dinding-dinding dirinya runtuh untuk sesaat. Kenangan gelap kehidupan Joevian di Amerika mulai berkeliaran di kepala.
Bagian dari dirinya yang menghitam, hasil dari perbuatan Octavia, keluar begitu saja. Bahkan saat jiwa Joevian meronta agar mereka berhenti, suara itu terdengar seperti dorongan pemikiran buruk bisa muncul lebih banyak.
"Mom sudah bilang kepada kamu, Joevian. Penjagaan ketat dan semua tentang kehati-hatian memang harus kalian miliki saat ini. Kita punya mampu untuk menjaga dan melakukan berbagai cara untuk mencegah Octavia, tapi yang kamu minta untuk berusaha lupakan, berusaha abaikan. Perempuan gila itu tidak bisa cuma dilupakan atau abaikan! Dan begini akhir yang kita terima! Ya Tuhan!"
Monica berseru keras dengan api yang berkobar dalam dirinya. Ucapannya untuk memastikan keselamatan Raine dan Joevian selalu dianggap seperti angin lalu.
Perempuan paruh baya itu pun kini duduk di seberang Joevian, melupakan kebiasaan sopannya dan kini menyilangkan kaki serta kuku tangan yang digigiti cemas.
"Monica, tidak ada waktu untuk menyayangkan apa yang terjadi. Dan jangan terlalu panik, kita ini Alarie, punya semua hal yang bisa menghentikan dia." Nicholas dengan segala kemegahannya terlihat tenang, seperti pohon yang kokoh, tidak tergoyahkan.
Sedang putranya, Joevian, yang seharusnya memang paling terdampak oleh semua ini diam. Tenangnya bukan menyamai pohon tua kokoh tak tergoyahkan, alih-alih seperti tenangnya air yang menjebak.
"Do you even know what you're talking about? Narcissism, Machiavellianism, Psychopathy. Untuk orang punya satu kepribadian itu saja sudah membuat seseorang berbahaya, dan perempuan itu punya ketiganya! Kita dengar ini sebelumnya, kita pernah lihat apa yang bisa dia lakukan, dan... dan..."
Monica mulai kehabisan nafas. Sebagai seorang ibu, ia mengambil kesakitan putranya menjadi miliknya sendiri, dan buat kesakitan itu berkali-kali lipat. Itu hal yang selalu Monica sampaikan pada Joevian saat ia menceritakan semua dan alasan memilih untuk kembali ke Australia.
Dan saat ini Joevian bisa melihatnya sendiri, bagaimana ibunya bahkan hampir kehilangan nafas, cemas atas kembalinya nama yang Joevian lukiskan saat bercerita tentang masa-masa tergelapnya di Amerika.
"Mom," Panggil Joevian pelan. Tatap goyah dan penuh dengan kecemasan itu bertemu dengan miliknya, "It's okay, don't worry too much." Pintanya.
"You suffered so much because of her. She exploited your vulnerability, she abus—,"
"Mom."
Mendengar bagaimana ibunya hampir tersedu-sedu, membuat Joevian berusaha memberi pengertian kepada ibunya lewat tatap yang melembut tapi berusaha ia perlihatkan lebih kuat.
"We'll see what we can do. But please tell me how did it started, how you'd find out." Joevian mengernyitkan alis, terlihat gusar ketika mengingat cara ibunya menyampaikan berita.
"Gimana Octavia bisa tau tentang Raine? Padahal semua jadi rahasia dengan Octavia sebagai alasan utama."
"Benar, kita berhati-hati karena belum mau sampai Octavia mendengarnya. Tapi Raine bilang dia harus menyampaikan salam dari Octavia."
Tubuh Joevian tegap dengan waspada. Ini lebih daripada apa yang ia pikirkan.
"Raine menyampaikan salam dari Octavia. Itu berarti mereka bukan cuma sekedar ketemu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleure
RomantizmHollywood's fallen prince, Joevian Earl Alarie, returns home. Binds him to Raine Grace Arabella, whose life intertwined with Alarie's saga her whole life, once again.