Octavia tidak pernah merasakan kemarahan seperti ini sebelumnya.
Bukan sekadar karena rencananya untuk menghancurkan Raine berakhir gagal. Ia hampir menghancurkan wajah Theodore, mencengkramnya begitu kuat sebelum meludahinya, membuat Theodore terkapar tak berdaya di lantai hotel.
Tangisannya terdengar lemah, entah karena rasa bersalah pada Raine atau karena ia kini menyadari bahwa Octavia bisa dengan mudah menghancurkan hidupnya dalam sekejap, tanpa ampun.
Perempuan gila itu sudah merencanakan semuanya dengan keji.
Octavia tidak menampakkan wajah saat eksekusi kejadian itu, sengaja berhati-hati karena di pikirannya, kegagalan selalu mungkin terjadi. Kamera tersembunyi yang mengabadikan semuanya hanya memperlihatkan bagaimana Harold dan Theodore tampak berkomplot dalam insiden tersebut.
Potongan saat Theodore mencoba menolong? Tentu saja sudah ia hilangkan. Dan kini, hidup Harold dan Theodore hancur seketika, tanpa perlu banyak usaha.
Jadi kenapa hal ini membuatnya gusar? Karena Joevian, pria yang dia yakini sebagai miliknya, justru berjuang mati-matian demi menyelamatkan Raine.
Octavia tidak tahu bagaimana caranya, atau dari mana informasi itu didapatkan oleh Joevian. Namun, melihat mereka berdua berpegangan tangan, saling menguatkan saat berjalan pulang, seolah dunia tak lagi bisa menyentuh mereka—itu cukup untuk membuat darahnya mendidih.
Raine telah menguasai Joevian sepenuhnya.
Dan Octavia tidak akan membiarkannya begitu saja.
Kamarnya yang biasa ia jaga dalam kerapian kini berantakan, hasil dari ledakan emosinya. Di antara perpindahan dari satu hotel ke hotel lain untuk bersembunyi, ini pertama kalinya Octavia menunjukkan jejak kemarahan yang merusak.
"He CANNOT do that to me. I'm the only person who understands him! How can Joevian forget so easily?" suara Octavia bergetar di ujung histeria, jari-jarinya mencengkeram erat kimono sutra panjang yang ia kenakan, seolah menahan diri dari merobeknya.
"I just tried to save him, like I always did. And now Joevian pushes me away, treating me as if I'm some villain just because of one person's lies. I've given him love, I've protected him when others wanted to hurt him... I held him close during his worst nights! I love Joevian like that, so why has he forgotten?"
Dengan satu jentikan ibu jari dan telunjuk, ia mematikan ujung rokok yang masih menyala dan melemparkan puntungnya ke lantai. Jari-jari lainnya meremas rambutnya kuat-kuat, seperti menyiksa dirinya sendiri dalam frustrasi.
Para pekerja di ruangan itu berdiri kaku, menyaksikan ketidakberdayaan Harold dan Theodore yang dibiarkan mengerang, tenggorokan kering karena tak diberikan setetes air pun. Ini hanya contoh kecil dari janji Octavia untuk 'melindungi' Joevian dari siapa saja yang ia anggap berbahaya, tanpa menyadari bahwa dirinya adalah monster sebenarnya di setiap mimpi buruk Joevian.
"Sadie."
"Yes, madame?"
"Kita harus mempercepat proses berita itu," kata Octavia dengan nada mematikan, nadanya dingin namun penuh ancaman.
Sadie hanya mengangguk, wajahnya pucat, tidak berani menentang sepatah kata pun.
—
Tepat dua puluh empat jam setelahnya, Octavia kembali menemukan kebahagiaannya saat membaca artikel yang menjadi inti rencananya. Intuisinya yang tajam tentang Joevian memberinya keyakinan, ia tahu persis langkah yang harus diambil untuk memicu reaksi dari pria itu.
Octavia telah merencanakan ini sejak lama, memikirkan setiap detail dengan penuh keahlian. Dia menikmati prosesnya—membiarkan Joevian terombang-ambing dalam kebingungan dan ketidakpastian. Dengan sabar, dia menunggu saat yang tepat, seperti predator yang mengincar mangsanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleure
RomanceHollywood's fallen prince, Joevian Earl Alarie, returns home. Binds him to Raine Grace Arabella, whose life intertwined with Alarie's saga her whole life, once again.