13. Stolen Moments and A Wasted Alibi

1.3K 278 98
                                    

Besoknya, Raine dan Joevian sudah menjadwalkan untuk kembali ke Sydney setelah beberapa hari melarikan diri ke Kangaroo Valley.

Janice mulai menyadari ketidakhadiran Raine di perkuliahan kemarin, dan memaksanya untuk melakukan panggilan video. Untungnya, Raine masih bersama Marie saat itu.

Semua berjalan dengan lancar. Mereka sarapan pagi di penginapan tempat Joevian menginap dengan memanaskan sisa makanan tadi malam serta beberapa hidangan penutup segar buatan Charlie. Untuk kali terakhir, mereka menikmati sarapan di teras kayu dengan pemandangan indah pagi hari.

Setelah itu, masing-masing orang tua membawakan sesuatu.

Charlie membawakan selai buah homemade, Eliza memberikan beberapa macam hiasan rumah yang bisa digantung, Kelley membawa kopi bubuk serta yang sudah dibuat oleh cucunya, William memberi berbagai macam acar dan sirup, neneknya menyiapkan begitu banyak meat pie dari salah satu toko kesukaan Raine sejak kecil, sedangkan George berjanji akan mengirimkan foto sesempurna mungkin setelah dicuci.

Joevian lebih dulu berpamitan, kemudian pria itu beralasan menaruh barang-barang mereka lalu menyalakan mobil agar lebih siap dibawa berkendara.

Raine tahu itu hanya alasan belaka. Pria itu sangat buruk dalam berbasa-basi dan lebih rela melakukan semuanya, sementara dirinya memakan waktu lebih lama berpamitan dengan yang lain.

Setelah selesai, Raine baru masuk untuk duduk di kursi penumpang samping Joevian.

"Good bye everyone! I miss you already!" Raine berucap seraya melambaikan tangan. Wajahnya pias, merasa sedih karena sudah harus meninggalkan Kangaroo Valley meski begitu banyak yang belum sempat ia datangi.

Hatinya terasa berat, seperti ada bagian dari dirinya yang tertinggal di lembah yang indah itu.

Agenda untuk berenang saat matahari tenggelam pun tidak pernah dilakukan, sebuah impian kecil yang harus ditunda.

"Whose coffee is this?" Tanya Joevian sambil menunjuk kopi yang Raine taruh di cup holder antara mereka.

"Punya kamu tadi dibikinkan cucunya Kelley, aku udah ada peppermint tea jadi minum aja." Raine tersenyum lembut, mencoba menghibur Joevian.

Raine melirik ke arah Joevian, menyadari bahwa mata lelaki itu tampak lelah. Ia jadi ingat kecenderungan pria itu yang tidak bisa tidur meski hanya diucapkan sekilas.

"Or do you want to try my peppermint tea?" Tawar Raine ragu-ragu. Dilihatnya bagaimana Joevian melihat kearah tempat minumnya, "Lo mau kita kecelakaan?"

Tidak heran lagi dengan jawaban dingin dari Joevian, Raine bahkan langsung memutar tubuhnya untuk melihat barang-barang pemberian para orang tua.

"Banyak banget sih ngasihnya." Gumam Raine, menjangkau tas daur ulang untuk mengintip isinya. Mata Raine terbelalak saat sadar sang nenek sangat serius dalam membelikannya pie daging..

"Sebanyak ini harus dikasih ke siapa coba?" Gumamannya terus berlanjut bahkan saat ia membenahi posisi duduknya, mencoba mencari cara untuk membagi rezeki ini tanpa membuat perjalanan mereka semakin berat.

"Janice, Jade, Elise, Willow, Cola, Eric, Ka Theodore, terus—," Raine mulai menyebutkan nama-nama teman dekat yang mungkin bisa menerima pie daging tersebut.

"Lo punya teman sebanyak itu?" Joevian tampaknya menguping saat Raine sibuk sendiri menghitung dengan jarinya.

"Gimana mungkin tujuh orang disebut banyak?" tanya Raine tidak percaya.

"Kalau lo mau kasih oleh-oleh dari sini berarti udah dekat. Artinya lo punya lebih banyak teman daripada itu."

"Aku emang senang sih berteman, suka ketemu orang terus ngelakuin hal bareng atau bicara banyak entah buat sementara atau waktu yang lama. Kebetulan yang tujuh orang tadi sering ngelakuin hal yang berulang-ulang sama aku. Jadi teman dekat deh."

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang