Warning : Slightly Mature‼️
Bagaimana cara Joevian hidup selama ini?
Ia suka pesta, cinta keramaian, mendamba saat orang-orang menyebut namanya dengan lantang disertai banyak pujian.
Lalu terakhir, dengan senyum sumringah, ia akan menghamburkan diri pada pelukan perempuan yang menyebut dirinya sebagai pemberi cinta yang Joevian cari.
Berakhir, hal itu menghancurkannya.
Begitu hancur sampai Joevian tidak yakin dirinya bisa kembali utuh lagi. Seharusnya, kembali ke Australia adalah kesempatan untuk memperbaiki.
Tapi, Joevian malah membuat lubang duplikat, sepakat dengan diri bahwa meski ini seperti racun, tapi rasanya yang paling familiar.
Kalaupun hal ini berakhir menyakitinya lagi, Joevian sudah pernah diterpa hal yang sama.
Oleh karenanya, ringan kaki dibawa masuk ke mansion milik Maeven, teman kampus yang memiliki frekuensi yang sama dengan Joevian.
Cara mereka membuat janji sangat mudah. Maeven akan menghampiri lalu mengundang dengan menyebutkan nama tempat dan pukul berapa, lalu Joevian akan memutuskan untuk datang atau tidak.
Awalnya, mereka berkumpul bersama. Setelah beberapa waktu, tangan Joevian mulai ditarik masuk ke dalam salah satu kamar.
Seperti sekarang, Joevian mendongak, matanya bergerak memperhatikan lampu berwarna merah yang membuat ruangan ini tampak lebih sensual.
Menyamai ciuman-ciuman basah yang dibubuhi perempuan yang tidak begitu ia ingat namanya.
Deru napas yang tidak teratur, lenguhan-lenguhan yang begitu jelas dipaksakan, serta bagaimana kuku panjang itu dimainkan liar di sekitaran celananya.
Tak.
Gerakan pertama Joevian akhirnya terjadi.
Bukan. Dirinya tidak membalas perlakuan sensual itu dengan energi yang sama.
Joevian menggunakan telapak tangannya untuk menutupi bibir perempuan yang dengan lancang hampir mempertemukan bibir keduanya.
"Gue bilang jangan pernah pikir buat cium. Jijik," ucapnya sambil mendorong kasar wajah perempuan itu ke belakang.
Bukannya menciut malu, perlakuan itu membuat perempuan bernama Sophia—teman satu kelompok Maeven sekaligus yang sukarela menemani Joevian di dalam kamar—tertawa seakan masih berada di euforia.
"Maaf, sayang," ucapnya dengan suara yang dibuat begitu berangin. Kedua tangan aktif berusaha membangunkan Joevian untuk melakukan sesuatu dengannya, tapi suasana hati Joevian sudah terlanjur buruk.
Pria itu kini mendorong pundak Sophia menjauh, lalu duduk untuk membenahi baju serta rambut hitamnya yang berantakan.
"Kok benerin baju? Kita gak jadi main lagi?" Sophia bertanya dengan raut tidak terima dan kecewa, duduk sambil membenahi tanktop yang ia pakai.
Joevian melirik sedikit, wajah itu pasti hasil karena lagi-lagi pria itu berubah pikiran saat mereka hampir melakukannya.
"I don't feel like it," usirnya malas.
"Kamu bisa diam. I'll do all the work," Sophia berucap lirih, meminta sungguh-sungguh.
Joevian melirik ke arah perempuan yang dari tatapnya saja terlihat begitu lapar. Seolah dirinya adalah hal yang bisa dihabisi.
"Enggak."
"Terus kamu mau ngapain, sayang?"
Joevian melihat ke langit-langit kamar yang dalam pandangnya bertransisi dari warna merah menjadi langit biru cerah, matahari mengintip sesaat sebelum dengan berani memperlihatkan sinarnya, hijau-hijau daun dari pohon yang seakan menyatu dengan kedua hal lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleure
RomanceHollywood's fallen prince, Joevian Earl Alarie, returns home. Binds him to Raine Grace Arabella, whose life intertwined with Alarie's saga her whole life, once again.