3. Shouldn't Give What You Can't Take

1.8K 318 109
                                    

Jika semua orang tidak bisa menebak bagaimana akhir dari suasana genting yang memaksa Raine membuka tutup mulutnya seperti ikan barusan.

Maka bisa digambarkan keadaan saat ini seperti adegan situasi komedi yang sayangnya tidak merangsang minat ketawa dari pemeran utamanya.

Raine, dengan segerombolan temannya, turun ke bawah. Matanya langsung mendarat pada mobil Mercedes-Maybach S Class berwarna Mojave Silver Metallic.

Ini salah satu milik keluarga Alarie, tapi bukan yang biasa ia naiki tiap kali ada supir yang menjemputnya untuk bertemu dengan Monica.

Tampaknya, tidak banyak supir yang berani memegang mobil yang termasuk salah satu koleksi yang Nicholas sengaja jaga untuk Joevian.

Meski jendela mobil itu sendiri dibuat begitu gelap hingga tiga puluh persen. Raine langsung tahu, bahwa ucapan ibunya bukan kabar palsu.

Mobil itu sudah pasti memang dibawa oleh Joevian.

"Mercedes-Maybach? Who the hell?" Gumam Cola dengan terperangah. Suaranya pelan, mungkin hanya Raine yang mampu menangkapnya.

Kalau saja tadi tidak ada satupun temannya yang mengenali betapa mewahnya mobil yang Joevian bawa saat ini, mungkin ia akan mencari cara yang lebih efisien.

Tapi Cola sudah terlanjur mengenali. Sehingga Raine sekarang pura-pura melihat kanan kiri, seolah jemputannya belum datang.

"Mana jemputan lo, Raine?" Tanya Janice.

Padahal mobil itu tepat di depan mata mereka. Tapi Raine masih perlu bersandiwara, ia mulai membuka ponsel lalu bergumam dengan natural.

"Yah katanya harus mampir dulu buat beli sesuatu, ya udah lah guys, kalian masuk aja. Aku masih harus nunggu sebentar disini." Ucap Raine beralasan.

"Kenapa gak nunggu di dalam aja? Bukannya aneh berdiri sendirian sambil pegang koper gini?" Kini Willow yang bertanya.

Untungnya saat ini belum jam makan siang. Sehingga jalanan, meskipun cukup ramai, tapi tidak sampai membuatnya harus merasa kikuk.

Raine tersenyum sesaat saat melihat pantulan dirinya dan juga teman-teman yang seperti tidak sadar akan penampilan mereka, pada kaca toko bunga di seberang sana.

"Gak papa! Kalian masuk aja. Soalnya bakal lebih aneh kalau orang lihat cewek berdiri sambil bawa koper ini, bawa gerombolan cewek lain yang gak sadar lagi pakai celana training dan hoodie aja."

Sesuai dugaannya, ucapan menyadarkan itu membangunkan mereka dari mimpi buruk.

Rumah khusus mahasiswa yang mereka tinggali ini memang berdekatan dengan yang khusus untuk mahasiswa laki-laki. Kadang mereka berpapasan sambil memberi senyum dengan cara menggoda kepada satu sama lain.

Sehingga teman-temannya yang cukup peduli ini, jarang ingin menampilkan kebiasaan mereka di dalam tempat tinggal untuk bisa dilihat banyak orang luar.

Segera saja Janice menarik tudung hoodie, terlihat ingin sembunyi.

"Astaga, hampir aja." Keluhnya dibawah nafas. Janice sepertinya sedang naksir dengan salah satu mahasiswa disana.

Oleh karena itu sahabatnya mengeluarkan nafas seakan dirinya selamat dari bencana besar.

Raine menghadiahi setiap temannya pelukan perpisahan, sebelum melihat sendiri teman-temannya masuk.

Begitu yakin, Raine segera menarik koper dengan tergesa-gesa menuju pintu pengemudi.

Tak lama, Joevian membuka jendela dengan pelit.

"Lama banget. Lo kira gue punya semua waktu di dunia buat nunggu?" Ketus Joevian langsung.

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang