Swish
Joevian mengayunkan driver, tongkat golf untuk pukulan jarak jauh yang dilakukan.
Suara pukulannya hanya terdengar seperti dentingan logam yang tumpul, diikuti desis lembut saat bola terbang rendah dan jatuh ke dalam rough.
Tak bisa ia hentikan suara decakan saat melihat kegagalan penuh dalam permainannya itu. Sudah bisa membayangkan wajah sombong Nicholas.
"Don't make that face," Tegur Nicholas dengan suara berat yang terasa seperti ejekan langsung bagi Joevian. "There's a chance that we're even. Watch me."
Setelah Nicholas bicara, pria paruh baya itu ikut mengayunkan drivernya. Berbeda dengan Joevian, pukulan Nicholas menghasilkan suara tajam dan bersih, diikuti oleh suara bola yang meluncur jauh di udara, serta suara tepuk tangan dari Flynn dan caddy khusus Nicholas terdengar keras saat bola mendarat mulus di fairway.
"It seems that the chance was too little," Lanjut Nicholas seraya memandangi santai caddy yang buru-buru mengambil bola miliknya, sedangkan Joevian berjalan sendiri menuju rough untuk mengambil bolanya.
"Baiknya kita break dulu, permainan kamu lagi payah hari ini," Ucap Nicholas, menyerahkan tongkat dan melepas topi untuk berjalan ke meja berpayung yang disediakan.
Saat ini mereka sedang berada di lapangan golf pribadi keluarga Alarie di Sydney yang begitu luas dengan rumput hijau terawat sempurna. Harinya cerah dengan sedikit bahkan tanpa angin, suhunya nyaman.
Joevian tampak baik memakai baju polo berwarna biru pudar dengan vest juga celana pendek berwarna putih gading. Warna pelengkap sempurna bagi kulitnya yang fair dan rambut hitam legamnya.
"Satu gelas Krug kedengaran bagus kan? Dad bawa yang vintage hari ini," Ucap Nicholas yang menampilkan botol champagne yang dianggap sebagai simbol kemewahan dan prestise bagi penikmatnya.
Joevian mendaratkan diri di kursi lalu bersandar, melepas sarung tangannya sambil bergumam kecil, "Simpan buat hal yang sedikit lebih penting daripada sekedar main golf."
"Kapan terakhir kali kita ketemu di suasana santai seperti ini?" Nicholas bicara.
Ucapan itu terasa berat untuk Joevian dengar. Ia melirik untuk melihat wajah ayahnya yang kelihatan menua, meski kali ini terlihat lebih rileks dibandingkan seluruh pertemuan mereka sebelumnya.
Ia membuang wajahnya ke depan, menyilangkan tangan terlihat membentengi diri seperti biasa, "Tetap gak istimewa karena ini bukan kali terakhir," ucap Joevian.
Harusnya bisa berhenti begitu saja dan membiarkan Nicholas menyimpan botol itu lagi tanpa merasakan apa-apa. Tapi pasti karena sering bersama Raine, Joevian jadi merasa perlu memberi alasan jelas.
"Lagipula aku lagi berusaha mengurangi minum
alkohol. Terlalu awal buat cicip lagi meskipun cuma satu gelas," Jelas Joevian seadanya.Batinnya merasa bisa bernafas lega melihat wajah Nicholas selamat dari pias akibat tolakan dinginnya.
Meskipun rasanya menyebalkan bagi Joevian karena ia sedang berusaha menyaring efek Raine dalam dirinya. Bahkan untuk menelan ego bulat-bulat lalu mengajak ayahnya bergabung main golf di properti pribadi milik Alarie, Joevian lakukan agar ia tidak melakukan hal di luar kebiasaan seperti mengkonfrontasi Raine atas apa yang bukan urusannya.
Joevian sedang berusaha keras untuk bersikap rasional dan mengandalkan logikanya. Lalu ayahnya mengajak minum sampanye, dan pikiran Joevian kembali pada Raine serta 'janji' menyebalkan yang sejujurnya saat mendengar membuatnya merasa seperti gunung berapi yang siap meletus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleure
RomanceHollywood's fallen prince, Joevian Earl Alarie, returns home. Binds him to Raine Grace Arabella, whose life intertwined with Alarie's saga her whole life, once again.