18. Paradox That Defies All and Defied by Hope

1.4K 298 126
                                    

"What more do i need to explain to you? You're into the girl, Dean."

Ada yang berbeda hari ini. Joevian yang biasanya hanya akan bergabung dengan Maeven dan teman-teman saat malam hari, kini ikut duduk meminum kopi di kafe dekat bangunan kampus mereka.

Kafe itu tidak besar, dan seluruh sisi terbuat dari kaca yang mempersilahkannya untuk melihat ke arah luar dengan leluasa.

Ada jalan di samping hamparan hijau luas, di situlah banyak mahasiswa berjalan. Tidak jarang menoleh sampai kepalanya berputar hanya karena ingin melihat ke arah Joevian.

Ia melihat ke seberangnya, Maeven duduk di samping salah satu teman, yang kalau tidak salah Joevian ingat, bernama Dean.

"Masa gue suka sama Mou sih?" Tanya pria bernama Dean itu gusar.

Joevian seperti patung di tempatnya duduk, tidak memberi respon. Ia di sana karena merasa tidak ada salahnya untuk sesekali bergabung di siang hari.

Ia cukup bingung merasakan perbedaan atmosfer pertemanan saat siang dan malam. Saat waktu bersenang-senang mereka dilakukan pada malam hari, siang malah digunakan untuk bicara hati ke hati.

"You get restless when she's not on your sight. You'd be happy if she paid a little more attention to you. You look forward to talking to her. You don't like it when she gets close to any guy. You're into her. Or maybe you're just starting to be. But who cares?" Tanya Maeven, mengatakan hal yang sudah jelas.

Joevian mengernyitkan alisnya. Semua yang Maeven sebutkan terasa cukup familiar. Membuatnya kini berhenti melihat ke arah luar, memilih untuk lebih masuk dalam pembicaraan.

"Gue biasa aja dia deket sama cowok!" Ucap Dean membuat Maeven melihat dengan bosan.

"Terus ngapain lo di sini kelihatan khawatir semenjak Mou deketin Joevian."

"Mou?" Akhirnya Joevian ikut bertanya, ini karena namanya disebut sebagai salah satu alasan gusarnya Dean.

"Iya, cewek yang sama lo akhir-akhir ini. Pengganti Sophia."

Joevian mengangguk kecil. Perempuan bertubuh mungil yang mendekatinya saat Joevian benar-benar mendorong Sophia menjauh sejak minggu lalu itu ternyata bernama Mou.

Ia melirik ke arah Dean. Wajah pria itu tampak muram, sepertinya sangat marah dengan pemikiran Joevian bersama Mou.

"I don't do that with her." Akui Joevian. Mengaduk es kopi hitamnya dengan sedotan.

"Beneran?!" Tanya Dean dengan mata berkilat. Joevian mengangguk, "Well, almost." Setelah ia ingat-ingat.

Pundak Dean menurun dengan ekspresi pias. Joevian tidak bisa berdusta, mengatakan mereka tidak melakukan apapun sama sekali, tubuhnya memang murahan demi mencari euforia pengisi kekosongannya.

Tapi entah kenapa, sebelum bisa lebih jauh, Joevian akan mendorong perempuan-perempuan itu pergi. Perasaannya tidak seperti itu lagi.

Rasanya seperti ada yang berubah dalam cara ia mendefinisikan ekstasi, karena saat ia tidak menikmati apa yang dulu pernah mengisinya, Joevian tidak merasa bahwa ada sesuatu secara paksa direnggut atau dirampas darinya.

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang