16. Should Do What I Know Best

1.3K 286 78
                                    

'Why did you pick her?'

Sebenarnya, Raine sudah muak mendapatkan pesan lewat kertas seakan mulut tidak bisa digunakan untuk bicara.

Tapi mengingat situasi, dimana objek yang dibicarakan tepat di seberangnya. Raine menarik kertas kecil itu mendekat, sambil menghela nafas panjang menulis jawabannya.

'Sometimes, i made questionable choices too. I'm sorry.'

Tim membaca kertas yang Raine dorong lalu mengikuti raut pasrah yang tertera pada wajah cantik milik perempuan yang sama.

Rambutnya tidak gatal sama sekali, tapi situasi ini begitu memusingkan sampai ia harus menggaruk kepala.

Bukan hanya dia, tapi mahasiswa-mahasiswa lain yang berada dalam jarak dekat dengan meja kelompok mereka di perpustakaan ini. Bahkan, kalau Raine tidak salah lihat, ada yang menyumpal telinga dengan airpods karena tidak suka.

Sophia, perempuan dengan kulit sawo matang dan rambut cokelat gelap sekaligus teman sekelompok yang ia pilih sendiri itu, adalah perempuan Joevian.

Ia duduk dengan semua bagian kaki di taruh diatas kursi. Tangannya memainkan pulpen bulu-bulu sambil menceritakan semua hal yang ia lalui dengan Joevian.

"People might not know this, but i think Joevian is very cute under his cold demeanor. Like maybe people couldn't see it because he just shows it to me, you know?" Cerita Sophia.

Perempuan dengan kecenderungan cepat berbagi kisahnya itu tetap melanjutkan bicara, seakan tidak bisa menangkap kesalnya Tim yang sampai menekan-nekan pulpen diatas meja putih ini.

Raine berusaha membaca buku yang bisa menjadi referensi bagi presentasi mereka. Saat ia menemukan ide yang bisa dikembangkan, cepat saja Raine membagi tugas untuk kelompoknya.

"Meskipun aku masih harus diskusi sama Greg, tapi buat sekarang kita fokus dulu cari topik dari tema ini. Tim, kamu cari jurnal atau buku tentang uncertainty avoidance dan power distance culture di—,"

"Bahkan Joevian terang-terangan ngasih tau tipe idealnya gimana. Dalam bahasa cewek, itu tanda-tanda tertarik gak sih?"

Saat Raine membagi tugas mereka dengan Tim yang mendengarkan sungguh-sungguh, Sophia malah melanjutkan bicaranya.

Matanya tertutup dengan tangan terkepal erat.

Sikap ini sepertinya memang sengaja. Sophia terlihat kesal atas pilihan Raine yang berlabuh pada Tim daripada Joevian.

"Sophia," Panggilnya dengan wajah lelah, "Kita harus mulai ngomongin nasib presentasi kita daripada tipe idealny—,"

"Ada lima!" Pekik Sophia antusias, lagi-lagi memangkas omongan Raine. Tangannya dibuat berbentuk angka lima di udara, bahkan sangat dekat dengan wajah Raine.

Ia tampak bermain-main, kelihatan begitu asyik dengan kelakuan juga pengalaman menyenangkan bersama Joevian yang sejauh ini cuma ada di kepalanya.

"Penasaran gak?" Tanya Sophia, mendapat gelengan keras dari Raine. "Enggak."

"Sssttt!" Lima jemari terangkat itu akhirnya hanya disisakan satu, lalu ditempelkan di depan bibir. "Gak papa kalau gak penasaran, soalnya rahasia."

Apa-apaan sih cewek ini?

Raine berdecak tidak senang, ia sudah pusing karena dapat topik paling sulit sedang bobot tugas ini paling berat. Ia dongkol karena kelirunya dalam memilih anggota.

Ia juga jengkel terus disuapi cerita tentang Sophia dan Joevian.

Yang tepat diatas tulisan ini lupakan saja. Dari semua hal, itu yang paling jauh dari kuasanya.

AlleureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang