Request Saweria Amanda-Indira

765 62 3
                                    

Spesial request dari:

Fiksi!___________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Fiksi!
___________________________________________

Indira bertemu Amanda di Warung kopi baru dekat kantornya.

Saat itu Indira baru pulang dari kantor, tiba-tiba saja hujan deras mengguyur Jakarta. Ia merutuki keteledorannya, karena lupa membawa payung. Ia pikir, Jakarta telah memasuki musim panas, ternyata salah.

Indira menghela napas panjang. Ya Sudahlah. Ia melihat arloji perak yang melingkar di lengannya, jarum pendek masih menunjuk angka lima sore. Tiba-tiba saja Indira ingin minum secangkir coklat panas. Ah, benar… saat hujan memang enaknya minum minuman hangat. A steaming cup of Chocolate and a rainy day… the perfect combination. 

Dilihat mulai reda, masih gerimis, sih. Ia segera berjalan cepat menuju Warung kopi yang letaknya tak jauh dari kantor tempatnya bekerja. Beruntung, Warung kopi ini tidak terlalu ramai pembeli. Indira segera mencari tempat duduk— bangku panjang khusus untuk dua orang disudut ruangan; karena ia tidak suka ada orang asing yang duduk di sampingnya.

Setelah ia duduk, seorang pelayan menghampiri mejanya. Wajahnya terlihat familiar— oh, tunggu! Dia kan, Amanda. Teman sejurusannya yang hobi tidur saat dosen menerangkan, tapi selalu mendapatkan nilai sempurna saat ujian. Saat presentasi–pun dia yang katanya tidak suka tampil di depan umum, tiba-tiba menjadi sosok yang berbeda. Ceria, namun tatapannya masih terlihat mengintimidasi 

“Halo, mau pesan apa, Kak?” tanyanya ramah.

“Ovaltine hangat.”

“Ada lagi?” tanyanya sambil menggoreskan tinta bolpoin di atas kertas nota.

“Hmm, pisang bakar coklat keju. Itu saja.”

“Baik, ditunggu sebentar ya kak.”

Mulai hari itu, Indira sering datang ke Warung kopi— karena penasaran dengan Amanda. Mereka mulai akrab dan berteman.

--

Aku tercengang mendengar alasannya bekerja menjadi pelayan Warung kopi— dia malas bercekcok dengan kakak tertuanya di rumah, dan mencari cara untuk menghindari tatap muka dengan kakak tertuanya dengan cara bekerja plus mengambil shift sore–malam.

Tiga bulan berlalu, aku dan Amanda sering menghabiskan waktu bersama entah untuk sekedar ngobrol atau nonton bioskop. Merasa ada kecocokan kami memutuskan untuk berpacaran. Tahun pertama, hubungan kami berjalan lancar. Lama–kelamaan, watak aslinya mulai terungkap. Amanda mudah cemburu, gemar mengumpat dan hobi mengeluh.

Minggu lalu, dia melihatku mengobrol dengan seseorang— yang ternyata adalah kakak tertuanya di supermarket. Dia marah besar, mengira kalau aku berselingkuh dengan kakaknya, Adel.

Adel dan Amanda terlibat cekcok di supermarket. Jujur… aku merasa malu sekali saat itu. Tak terasa, air mata mengalir deras dari kelopak mataku. Aku muak dengan sikapnya, dengan sekali tarikan nafas, aku memutuskan Amanda secara sepihak.

“Aku capek sama kamu, Manda! Aku mau kita putus!” Setelah mengatakannya, aku berlari keluar supermarket.

Setelah berpisah dari Amanda, aku memutuskan untuk memblokir dan menghapus nomor teleponnya. Aku juga tak pernah datang lagi ke Warung kopi tempatnya bekerja dan menghindarinya saat kami berpapasan. Kapanpun dan dimanapun.

----

Indira terbangun di ruangan asing. Semuanya gelap gulita. Dia mencoba untuk bangun tetapi tangannya terborgol di atas kepala. Indira mulai panik, menyadari posisinya sebagai seorang sandera. Bantingan keras di depan sana menyentaknya hingga terperanjat. Tiga lampu bohlam di dalam ruangan juga ikut menyala. Kini, Indira bisa melihat jelas siapa sosok di hadapannya itu. Amanda.

----

Kulihat tangannya membawa benda mengkilap, mata ku memandang lekat–lekat pisau di tangan Amanda. Mantan kekasihku itu merangkak di atas kasur, mencium bibirku kasar lalu menodongkan pisau itu tepat di depan wajahku.

“Kalo aku gak bisa milikin kamu, maka orang lain juga nggak sayang!” ucap Amanda sembari mengelus pipi Indira.

"Kamu cantik, cantik sekali Indira.”

Aku membuang muka, enggan melihat wajahnya. Amanda mencengkram kuat pipiku, mencium kembali bibirku dan memaksaku untuk menatap matanya.

Senyuman Amanda yang semula membuatku jatuh cinta, kini senyuman itu membuatku ketakutan. Matanya yang biasa berkilauan, kini redup tak bercahaya.

sambil cekikikan, Amanda mengayunkan pisaunya menuju perutku. Ia. menusukku. dengan. pisaunya.


 

-OneShoot-
Amanda-Indira.

48Universe (JKT48) 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang