Request Saweria Freya-Marsha

935 90 0
                                    

Spesial request dari:

___________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________________________________________

Freya menunggu sampai semua temannya sudah berhamburan keluar tempat latihan. Dia juga menunggu dengan sabar sampai lorong di depan theater cukup sepi. Setelah memastikan keadaan, dia melangkah cepat menuju ruang istirahat member. Freya mengintip melalui jendela dan mengembuskan napas lega begitu dilihatnya perempuan berambut panjang itu sendirian di dalam. Marsha menelungkupkan kepala di atas lipatan lengan seolah sedang tertidur pulas.

Freya melangkah pelan, tidak ingin mengejutkan Marsha dengan kedatangannya. Begitu sudah berada di samping meja sang perempuan, barulah dia menjulurkan tangan untuk mengusap lembut surai tebal itu. Freya tersenyum kecil melihat Marsha mulai bergerak dan memiringkan kepala untuk mengintip— persis seperti kucing yang tiba-tiba dibangunkan oleh sang pemilik.

"Cepet banget tau-tau kamu udah ketiduran," tukasnya sambil tertawa kecil. "Pasti habis main game sampe begadang lagi, ya?"

Marsha tak menjawab, hanya menggeliat di kursi sebelum menegakkan tubuh dan melakukan peregangan. Pacarnya itu terlihat sangat mengantuk dan juga kelelahan, pemandangan yang sebenarnya sudah biasa dilihat Freya.

"Nggak, kok..." jawab Marsha sambil mengucek-ngucek mata. Freya, yang tidak tahan melihat kegemasan pacarnya itu, dengan sengaja mencubit pipi Marsha sampai si empunya mengaduh pelan.

"Ya udah, ayo balik sekarang."

"Freya."

Marsha tiba-tiba menahan tangannya. Freya yang tadinya hendak beranjak langsung berhenti dan menatap bingung pacarnya. Marsha segera berdiri, masih sambil memegang pergelangan tangannya.

"Duduk sini deh, di atas meja," ucap Marsha dengan ekspresi datar. Tanpa menunggu jawabannya, Marsha bergerak untuk bantu melepas tas selempang dan jaketnya. Freya terbelalak— terkejut melihat perlakuan Marsha yang tidak bisa ditebak.

"H-hah? Kamu mau ngapain?"

"Duduk aja dulu."

Freya patuh— setelah tas dan jaketnya diletakkan di meja samping oleh Marsha, dia duduk di tempat yang ditunjuk dengan ragu-ragu. Meja yang tadi ditempati Marsha berada sejajar dengan pintu masuk, otomatis punggungnya sendiri membelakangi pintu sehingga dalam posisi begini dia tidak bisa melihat jika ada member ataupun staff yang lewat. Pikiran itu membuatnya gugup. Kepalanya pun mendongak, menatap Marsha yang berdiri di depannya.

Walaupun perbedaan tinggi mereka tidak seberapa, posisi ini malah membuat Marsha tampak semakin menjulang. Freya menelengkan kepala, menunggu apa yang akan dilakukan perempuan itu selanjutnya.

"Sha?"

"Parfum baru?"

Freya tidak menduga Marsha akan berkata seperti itu. Keningnya berkerut dalam mendengar pernyataan tersebut, merasa ada sesuatu yang janggal pada diri si perempuan jangkung.

"Oh... iya. Dibeliin papaku yang baru balik dari dinas luar, terus iseng aja aku pake..." Freya lantas menyentuh lehernya dengan kikuk. "Kenapa? Nusuk banget ya wanginya?"

Marsha menggeleng, kemudian menunduk untuk menatapnya tepat di manik mata.

"Cocok sama kamu."

Kata makasih sudah berada di ujung lidahnya, tetapi Marsha perlahan semakin menunduk dan mendekat ke arah wajahnya. Freya langsung menutup mata sebagai gerak refleks, berpikir bahwa Marsha akan menciumnya. Tapi saat tak ada apa pun yang menyentuh bibirnya, Freya membuka mata dan dikejutkan dengan pemandangannya yang setengah terhalang surai hitam.

Freya terkesiap ketika sesuatu yang lembut menyentuh lehernya. Ia ingin menunduk untuk mencari tahu apa yang sedang dilakukan Marsha. Namun dua tangan Marsha kini berpindah ke bahunya, menahannya di tempat selagi perempuan itu secara terang-terangan menghidu aroma parfum yang menguar dari lehernya.

Freya menggigit bibirnya kuat-kuat saat Marsha mulai menciumi lehernya. Tangannya terangkat untuk mencengkeram kuat bahu perempuan itu, kepalanya pun ikut mendongak seakan-akan tanpa sadar memberi keleluasaan lebih pada Marsha. Tak lama ia langsung tersentak manakala Marsha menggigit lehernya tanpa aba-aba.

"Ah—"

Meski gigitan itu tidak cukup keras, sensasinya berhasil membuatnya meloloskan satu rintihan rendah. Freya cepat-cepat membungkam bibirnya— merasa malu. Tapi Marsha seperti tidak menyadari hal itu dan terus melanjutkan aksinya.

Benak Freya bagaikan melayang saat merasakan bibir Marsha bergerak tanpa ragu di atas kulitnya. Napas hangat perempuan itu menerpa lehernya, membuatnya berjengit dan merapatkan tungkai kaki. Dia tidak tahu apa persisnya yang dilakukan perempuan itu, tapi Freya tidak pula sebodoh itu sampai tidak menyadari bahwa Marsha tengah menandainya.

Setelah beberapa menit berlalu, Marsha mulai menarik diri— menatap lehernya dengan tatapan puas seolah mengagumi mahakarya. Freya menelan ludah dan menyentuh dengan ujung jari lehernya yang terasa lembap. Begitu Marsha kembali menatap wajahnya, semburat pun menguasai pipinya.

"Marsha..." Freya hanya sanggup menyebut nama perempuan itu dengan suara lemah. Dia tidak berani membayangkan bagaimana penampilannya sekarang— berantakan dengan dua kancing teratas yang terbuka, peluh yang mengalir deras, serta wajah semerah tomat. Namun tak dapat dipungkiri, Freya menyukai tanda kepemilikan yang ditinggalkan Marsha. Meski tak suka hidupnya diatur oleh siapa pun, Freya suka beranggapan bahwa Marsha memilikinya sepenuhnya.

"Ayo balik," tukas Marsha tiba-tiba, mulai melangkah ke arah pintu.

Freya buru-buru berdiri, sedikit terhuyung sebab lututnya terasa begitu lemas. Masih dengan wajah yang merona, ia meraih tas dan jaketnya dari atas meja. Kakinya melangkah cepat mengikuti Marsha keluar, tapi langsung berhenti begitu setibanya di luar, mereka disambut oleh Fiony dan Flora yang berdiri kaku. Namun saat tak sengaja bertatapan, mereka langsung memalingkan muka dengan pipi yang tak kalah merah darinya.

"Marsha! Kamu tau ada mereka di luar?" desis Freya. Tangannya terangkat ke arah kerah dan baru menyadari bahwa kemejanya belum dikancing. Kalau begitu, sudah pasti ketiga orang tadi menyaksikan apa yang baru saja mereka lakukan di dalam. Freya menoleh kesal ke arah Marsha karena perempuan itu tidak mengatakan apa pun.

Tapi pemandangan Marsha yang sedang tersenyum kecil membuatnya tertegun. Ia tahu senyuman itu. Senyuman yang hanya diperlihatkannya manakala mereka baru saja memenangkan suatu kompetisi.

Dan Freya tahu pada detik itu Marsha merasa telah memenangkan sesuatu.

-OneShoot-
Freya-Marsha.

48Universe (JKT48) 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang