1 | Sachi : pain in my heart

28K 2.1K 82
                                    

Brak! Brak! Brak!

"Madam! Madam!" Gadis bernama Eloni berseru sambil menepuk pintu kayu di hadapannya dengan telapak tangan terbuka dan wajah panik.

"Madammm!" Panggilnya berulang pada wanita berumur yang tinggal dibaliknya.

Selang beberapa menit, wanita yang dimaksud membuka pintu dan menampilkan dirinya yang hanya terbalut kain cokelat tua.

"Ada apa, Eloni? Kau sampai mengangguk waktuku dengan pelanggan istimewa." Ujar si wanita.

"Madam," Wajah Eloni masih panik, ia melihat pada wanita itu lalu menoleh ke belakang sebelum akhirnya kembali menatap wanita yang dijuluki Madam di rumah ini. "Gadis itu... dia... dia memotong pergelangan tangannya dan sekarang tabib sedang merawatnya."

Madam Rose mengerutkan dahi, ia tidak kaget. "Gadis yang tempo hari dijual ke sini oleh ayah dan ibunya?"

"Y-ya! Gadis yang itu Madam, dia mencoba bunuh diri di kamar mandi dan Sylia menemukannya dalam keadaan tak sadarkan diri." Jawab Eloni.

"Astaga..." Madam Rose menghela nafas lalu memijat pelan pelipisnya sesaat sebelum melangkah melewati Eloni diekori oleh gadis itu. "Kalian seharusnya tidak meninggalkan anak itu sendiri. Tetapi, mau bagaimana lagi? Semoga dia selamat."

"Tabib bilang pendarahannya sudah berhenti." Ujar Eloni menambahkan informasi.

"Baguslah. Sekarang dia di kamar?"

"Di kamarku, Madam." Eloni menjawab.  "Tabib dan Sylia juga ada disana menjaganya."

"Lain kali jangan biarkan dia sendiri, mengerti? Aku membelinya dengan harga tinggi karena masih perawan dan aku tidak mengharapkan kerugian." Pinta Madam Rose dianggukki oleh Eloni.

Sesampainya mereka di kamar Eloni, tabib segera memberitahu kondisi terkini Sachi pada Madam Rose sementara Eloni mencari informasi dari Sylia melalui bisikan.

"Dia akan baik-baik saja, Rose. Jangan khawatir, dia pingsan karena syok dan tertekan. Meski darahnya keluar banyak, dia akan segera sadar."

Mendengar ucapan tabib, Madam Rose tersenyum. "Syukurlah," ia lalu menengadahkan kepala dengan mata tertutup dan meletakkan satu tangannya di dada. "Terimakasih kepada Dewaku."

Barulah setelahnya fokus wanita berumur 40 tahunan yang masih terlihat cantik dan seksi itu kembali pada si tabib. "Aku akan mengirim bayaranmu besok, sekarang sudah malam. Jadi, kembalilah ke rumahmu."

"Ya, Madam." Tabib itu mengangguk patuh lalu tersenyum manis, sama sekali tidak keberatan dengan bayaran yang baru dia dapatkan besok sebab sejak lama Madam Rose sudah berlangganan dengannya dan sering kali Madam Rose memberi bonus besar.  "Jika ada sesuatu, suruh salah satu dari putri-putrimu berlari ke rumahku. Ketuk saja, kapanpun aku selalu siap."

"Haha... Kau memang selalu bisa diandalkan." Madam Rose menepuk lembut bahu tabib wanita itu sebelum dia berlalu pergi meninggalkan kamar Eloni.

Menyadari tabib tadi sudah pergi, Eloni dan Sylia reflek menjaga jarak satu sama lain. Takut ketahuan kalau habis berbisik-bisik.

"Apalagi yang kalian berdua tunggu?" Tegur Madam Rose membuat Sylia sampai tersentak kaget.

"Eloni... Kau tidur di kamar Sylia malam ini." Perintahnya pada gadis berambut cokelat terang itu.

"Baik Madam." Menyanggupi ucapan Madam Rose, Eloni segera meraih pergelangan tangan Sylia dan mengajaknya pergi. "Ayo kita ke kamarmu."

"Tutup pintunya."

"I-iya, Madam."

Brak!

Setelah pintu kamar tertutup, Madam Rose mendekat ke ranjang. Ia mengusap sisi kasur sebelum mendaratkan bokongnya duduk disana seraya mengusap puncak kepala Sachi, memandangi wajah pucat gadis itu lalu membawa tangannya turun menepuk pipinya beberapa kali.

"Sachi, bangun." Pinta Madam Rose padanya. "Aku tahu kau sudah sadar, berhentilah berpura-pura dan buka matamu."

"Sachi!" Pekik Madam Rose geram lalu ia mengambil gelas tembaga berisi air yang ada di meja lalu menyiramkannya ke wajah Sachi hingga gadis bangun dalam kondisi gelagapan.

"A-apa!?" Nafas gadis itu ngos-ngosan, terlebih saat melihat wanita asing di depan matanya seraya mengusap-usap wajahnya sendiri yang basah karena disiram. "Kau?"

"Kau siapa?" Gadis itu memutar kepala dan mendapat pantulan wajahnya dicermin yang berbeda sekali dengan dirinya.

"Aku... aku mimpi, ya?" Tanyanya dalam hati.

"Ini pasti mimpi." Batinnya. "Aku sedang dalam pengaruh bius, itu sebabnya."

"Sayangku, Sachi..." Madam Rose beralih mengusap puncak kepala Sachi sambil tersenyum. "Ini rumah barumu sekarang. Mau tidak mau kau terikat dengan tempat ini."

"Sachi?" Gadis itu tertegun, bukankah sebelumnya dia sedang operasi usus buntu? Ah, benar. Dia sedang bermimpi.

"Ya, Sachi. Kau punya nama yang indah, seindah wajahmu." Puji Madam Rose lalu memeluk Sachi dan membawa tangannya mengusap lengan gadis itu. "Jangan ulangi kesalahanmu, sayang. Mati tidak akan membuatmu damai. Jalanilah takdir barumu mulai hari ini. Saat kakimu menginjak rumah ini secara otomatis kau menjadi bagian dari kami sampai mati, Sachi."

Merinding. Gadis itu teringat pada novel terakhir yang dibacanya berulang bahkan sampai ia ingat di detik-detik sebelum operasi. Novel itu berjudul Bride Of Death, mengisahkan tentang gadis bernama Parvis yang dicintai oleh dua pria sekaligus.

Pria pertama adalah Lennox Paxley yang dijodohkan dengannya sejak umur lima belas tahun, namun mereka belum sempat bertemu satu sama lain atas permintaan keluarga masing-masing yang ingin keduanya bertemu setelah dewasa agar sama-sama matang dalam perilaku dan pemikiran. Namun, Lennox sudah menyatakan bahwa dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Parvis saat diam-diam menyelinap ke tempat tinggal gadis yang dijodohkan dengannya itu. Kejadian itu sudah sangat lama, beberapa bulan setelah perjodohan mereka disetujui oleh kedua belah pihak keluarga sehingga wajar bertahun-tahun kemudian Lennox sudah lupa seperti apa gadis itu, kecuali rambut merah mudanya.

Pria kedua adalah Izek Zachary. Dia dan Parvis sempat berteman saat masih kecil. Lebih tepatnya, Izek melihat bagaimana Parvis lahir ke dunia untuk pertama kali saat usianya masih sepuluh tahun dan jatuh cinta pada Parvis yang masih bayi. Izek tahu dia tidak akan pernah mendapat restu dari orang tua Parvis untuk menikahi gadis itu sebab kehidupan mereka yang amat jauh berbeda. Ibarat Parvis di bagian terang, Izek ada di bagian sebaliknya. Bagian gelap.

Karena itu saat tahu Parvis dijodohkan, Izek berusaha mati-matian untuk membatalkannya dengan cara mencari gadis yang semirip mungkin dengan Parvis untuk dikirim ke Lennox lebih awal sebelum tiba waktunya bagi pria itu bertemu Parvis yang asli.

"Sachi!" Tegur Madam Rose menarik paksa gadis itu keluar dari dalam lamunan.

"Dengarkan aku, kau dan tubuhmu ini milik rumahku sejak aku membelimu dari ayahmu." Wanita itu menekankan tiap kata yang terlontar keluar dari mulut bersama dengan serpihan-serpihan kecil liurnya.

Gadis yang mengira dirinya tengah bermimpi menjadi sosok Sachi itu bingung harus menanggapi dengan apa karena tahu-tahu setelahnya, Madam Rose memeluknya dengan erat dan mengusap rambut panjangnya.

"Kau adalah yang paling berharga saat ini." Bisik Madam Rose tepat di samping telinga Sachi. "Setidaknya sampai kau mendapat pelanggan pertama. Kau harus memuaskannya dengan benar. Kau tidak mungkin tidak tahu, kan?"

"Aneh." Batin gadis itu. "Ini mimpi, tetapi pelukannya terasa begitu nyata."

***


Aku nak membuat cerita ni santai santai, yaaa😍

Jangan lupa makann siangggg😡

Relationship With AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang