"Kau memperbaiki riasan wajahmu?"
"Ha?" Beo Sachi ketika ditanya tiba-tiba perihal riasan wajah oleh Lennox saat dirinya tengah masuk ke dalam kereta kuda.
"Riasanmu." Lennox mengulang inti dari ucapannya.
Sachi baru paham setelah Lennox menyebut kata 'riasan' lalu ia dengan cepat menyibak tirai kereta kuda guna berkaca pada dinding istana yang terbuat dari kristal bening yang memiliki fungsi seperti cermin kemudian menyadari riasannya mendadak jadi lebih baik.
"Baguslah kau memperbaikinya." Hela nafas lega terdengar bersamaan dengan kalimat tersebut, mengingat Lennox sudah menyiapkan kantung untuk menyembunyikan kepala Sachi dari pandangan orang-orang.
Tak ada respon dari Sachi, ia masih memandangi pantulan wajahnya sendiri dari jarak jauh namun terlihat begitu jelas sampai kereta kuda mulai berjalan menjauhi istana. Dilihatnya juga Izek yang baru saja keluar, pria itu berdiri di teras dan menatapnya tanpa ekspresi seperti biasa. Itu wajar, sangat wajar. Baru aneh kalau Izek mendadak punya banyak ekspresi di wajah.
"Tutup tirainya, aku tak ingin orang lain melihatmu sebelum waktunya." Tegur Lennox pada Sachi, membuat gadis itu langsung menarik diri dari jendela dan menutup tirai.
Tak ada obrolan berarti yang tercipta diantara keduanya selama perjalanan menuju tempat pertemuan. Sekali Lennox bicara hanya untuk memberitahu seperti apa bentuk bangunan yang mereka datangi.
"Ada tiga lantai di bangunan itu, pertemuan diadakan di lantai kedua, dan di lantai ketiga ada ruang teather. Seluruh tamu yang hadir dalam pertemuan wajib menonton pertunjukan yang diadakan tepat tiga puluh menit setelah pertemuan berakhir. Lantai pertama adalah lantai bebas, ada tempat duduk hampir setiap sudut ruangan. Biasanya penuh dengan para wanita yang tak diikutsertakan dalam pertemuan. Kau bisa menunggu disana." Ujar Lennox menjelaskan panjang lebar walau kelihatannya Sachi sama sekali tidak mendengarkan.
"Kau dengar aku?"
"Ya!" Sachi menjawab ketus tanpa menatap Lennox. "Aku tidak akan merusak citra seorang Pangeran Mahkota."
"Bagus." Puas dengan jawaban Sachi, Lennox menutup perbincangan dan menikmati sisa perjalanan yang akan segera berakhir ditandai oleh melambatnya kereta kuda.
"Yang Mulia, kita sampai." Kusir kuda memberitahu beberapa detik sebelum kerena benar-benar berhenti.
Lennox mengulurkan tangannya pada Sachi. Bukannya menyerahkan tangan pada Lennox, Sachi malah menatapnya dengan sorot penuh curiga seakan-akan Lennox akan menjualnya pada pria gendut lanjut usia penggila lubang wanita.
"Berikan tanganmu." Pinta Lennox.
"Apa tidak apa? Aku bukan Parvis."
Jujur Sachi sedikit tertekan terlebih ia sempat mengintip keramaian diluar sana. Ada banyak sekali para gadis seusianya dan beberapa lagi lebih tua berdiri membentuk kelompok masing-masing lalu mengobrol.
"Pertunanganku dengannya belum diumumkan secara resmi. Masyarakat umum dan para bangsawan tidak ada yang tahu soal itu, harusnya."
"Kau sendiri tak yakin." Cibir Sachi.
"Mungkin satu dua orang tahu karena... kau pernah dengar kalimat 'tembok memiliki telinga? Pernah?"
"Tidak pernah dan tidak mau tahu."
Lennox menghela nafas panjang, mencoba tetap waras dan sabar pada Sachi. "Jangan permalukan aku, itu saja."
"Kau sungguh berpikir aku akan melakukan hal semacam itu di depan umum?"
"Siapa tahu?" Jawaban itu menohok hati Sachi. "Dan jaga buat ekspresi konyol dengan wajah itu."
"Fine." Sachi menyahut setengah hati lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi kosong persis seperti yang Lennox inginkan dan memberikan tangannya pada Lennox untuk ditempatkan memegang lengan bagian dalam pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationship With Antagonist
FantasyKarena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Izek Zachary--si tokoh jahat dalam novel Bride of death, Sachi di pungut dan di kirim kepada Lennox Pax...