"Akan ada banyak orang, bersiaplah dengan benar." Kalimat yang Lennox katakan selepas sarapan terus terngiang dalam kepala Sachi.
Gadis itu tengah berdiri di hadapan cermin besar, memandangi dirinya dalam balutan gaun cantik lengan pendek berwarna biru tua kehitaman dengan aksen pinta kecil di tengah dada dengan warna biru yang sedikit lebih terang.
Seorang pelayan sudah merias wajahnya, tetapi Sachi merasa sangat kurang. Dia merasa benar-benar tidak percaya diri terhadap dirinya bahkan berulang kali Sachi menyemprotkan parfum ke seluruh gaun yang dipakainya secara berlebihan.
"Kau sangat bau. Kau tak sadar, ya? Murid laki-laki yang duduk di belakangmu terganggu dengan baumu."
Setiap kali telunjuknya berhenti menekan tombol semprot parfum, kalimat mengerikan itu terngiang dalam kepalanya. Sachi jadi kembali menyemprotkan parfum ke bagian tubuh yang dirasa belum terkena wewangian bahkan Sachi menyemprot sepatunya juga.
"Sepertinya masih kurang." Gumam Sachi dengan tatapan kosong, telah sepenuhnya kehilangan rasa percaya diri dan keceriaan yang biasanya ia tunjukkan pada semua orang.
"Haruskah rambutku juga?" Sachi bertanya pada pantulan dirinya sendiri dicermin yang saat ini sedang memegang ujung dari rambut panjang ungunya.
Dilihatnya isi botol parfum yang tersisa setengah, Sachi baru sadar ia terlalu berlebihan lalu diletakkannya botol itu di meja.
Sachi lalu beralih menatap wajahnya dari dekat, melihat bagaimana dirinya merasa kurang di depan cermin.
"Sachia, kami benar-benar minta maaf. Kami tidak berniat menyinggungmu, tetapi cobalah merias wajahmu agar terlihat lebih segar atau jangan-jangan kau tak mandi sebelum berangkat ke sekolah? Rambutmu kelihatan selalu kering."
"Rambut baunya juga busuk seperti kaos kaki basah, itu sangat menganggu murid laki-laki yang duduk dibelakangmu. Apa kau tak menyadarinya?"
Apabila kalimat yang gadis itu katakan padanya sesuai dengan kenyataan, Sachi akan menerima dengan lapang dada dan mengubah diri. Tetapi, yang gadis itu katakan sangat berbanding terbalik dengan kenyataan. Rambut Sachi tidak pernah bau, dia bersihkan rambut hampir setiap hari di malam hari sebab Sachi paling tidak bisa cuci rambut di pagi hari. Hidungnya akan mampet seharian jika tetap memaksa.
Hanya karena rambutnya selalu kering, bukan berarti Sachi tidak mandi.
Murid laki-laki selalu membual tentangnya sejak Sachi enggan bertukar tempat duduk dengan salah satu teman mereka. Sachi rabun jauh, jika ditukar ke belakang matanya tidak akan bisa melihat tulisan di papan tulis. Meski sudah menjawab jujur, Sachi malah di cap sebagai pembohong dan rumor-rumor aneh mulai disebar oleh laki-laki bermulut perempuan yang duduk di belakangnya.
Hampir setiap hari ada saja teman sekelas yang menghampirinya bahkan ada yang menyarankan Sachi untuk membeli membeli kosmetik, pengharum rambut, pengharum badan, bahkan ada yang mengatakan sebaiknya Sachi membotaki rambut.
Sekolah menengah atas yang katanya menyenangkan terasa sangat menyiksa bagi Sachi. Di dua bulan terakhir ia hampir memutuskan untuk keluar dari sekolah namun pada akhirnya Sachi memilih bertahan dan lulus. Hanya saja Sachi jadi tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena trauma yang dialaminya terhadap orang-orang sekitar. Takut bertemu dengan orang-orang yang sama mengingat mereka berada di wilayah yang sama walau berjauhan.
"Hei, kau..." Panggil Sachi pada seorang pelayan yang menunggu dipojok ruangan sambil menunduk, pelayan itu juga yang merias wajahnya. "Tunggulah diluar, aku ingin menambah beberapa riasan lagi."
"Baik Nona, saya akan menunggu diluar. Jika butuh sesuatu, panggil saja saya." Pamit pelayan itu lalu menutup pintu kamar Sachi dengan hati-hati, memberikan privasi pada gadis itu untuk merusak riasannya sendiri karena terus-menerus merasa kurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationship With Antagonist
FantasyKarena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Izek Zachary--si tokoh jahat dalam novel Bride of death, Sachi di pungut dan di kirim kepada Lennox Pax...