Gelap adalah satu-satunya pemandangan yang memenuhi mata Sachi. Ia tak bisa melihat apapun dibalik kain hitam yang menutup kepalanya dengan rapat. Walau masih bisa bernafas leluasa, tetap saja rasanya sangat tak nyaman terlebih kedua tangannya juga diikat di belakang punggung.
Sachi harus bagaimana sekarang?
Jeremy hanya satu dari beberapa pelanggan khusus yang Madam Rose miliki. Ada beberapa lainnya yang tidak pernah disebutkan nama atau pun identitasnya secara jelas sehingga Sachi tidak tahu siapa yang akan datang padanya karena mustahil jika itu Jeremy. Pria itu hanya datang sekali lalu berhenti sementara di dalam novelnya, Sachi pernah melayani pelanggan khusus yang berbeda sebanyak dua kali atas perintah Madam Rose.
"Bagaimana aku bisa membebaskan diriku dari situasi ini tanpa mengenal siapa yang datang?" Sachi membatin resah, tak bisa melihat apa-apa dan mendengar apa-apa.
Belum, belum ada yang datang. Karena itu Sachi tak mendengar sedikitpun suara, ia sendirian di ruangan ini. Menunggu sampai pelanggan khusus itu datang dan masuk ke dalam lalu mulai melakukan kekerasan yang sialnya mungkin Sachi tidak dapat menghindar karena kedua tangannya terikat di belakang, kepalanya ditutup, dan ia didudukkan di tengah ranjang dengan salah satu kaki yang diikat terkait ke ranjang menggunakan tali.
Sachi bahkan tidak tahu pukul berapa tepatnya sekarang, Sachi hanya sempat mendengar kalau hari sudah memasuki malam.
"Oke, baiklah." Sebelum bertempur, Sachi mempersiapkan mental terlebih dahulu dan menghela nafas beberapa kali supaya tidak panik. "Apapun yang terjadi jangan sampai pukulannya mengenai wajahku. Itu saja, ya, itu saja."
Tak lama berselang, pintu ruangan tempat Sachi berada terdengar berderit. Menandakan seseorang sedang membukanya ke arah dalam lalu masuk dan menutupnya lagi seraya memutar anak kunci, memastikan pintu benar-benar rapat terlebih dahulu barulah seseorang itu berjalan mendekati Sachi dengan kedua tangan terkepal erat sampai buku jari memutih dan urat-urat tangannya menonjol.
Tapak langkah seseorang itu mulai terdengar disaat Sachi masih berusaha melepehkan gumpalan kain yang dimasukkan ke dalam mulutnya agar ia teriakan yang keluar dari mulutnya teredam.
"Harusnya tadi kutampar wajah wanita itu lebih keras!" Amuk Sachi dalam hati, kalau bisa bicara dengan mulut sudah pasti Sachi memakai suaranya untuk berteriak seperti cacing kepanasan namun sialnya sekarang saja ia masih dalam upaya mengeluarkan gumpalan kain dari rongga mulut.
Langkah seseorang itu semakin dekat, Sachi mendengarnya dengan jelas dan berhenti dua langkah sebelum dia mencapai kasur. Sepertinya pria itu sedang mengamati atau apalah?
Sachi benci mengira-ngira apa yang dilakukan oleh orang itu.
"Avantika, lama tidak bertemu." Pria itu bersuara, menyebut nama perempuan yang dibencinya dan menganggap Sachi sebagai perempuan itu terlebih dahulu sebelum memulai aksi sintingnya.
"Wah... kan, benar dia gila." Sachi membatin tak heran, memang tak ada yang waras selain dirinya. Eh, sebenarnya Sachi saja meragukan kewarasannya sendiri.
"Avantika, lihat betapa tidak berdayanya dirimu malam ini." Ucap si pria sambil berdecak miris.
"Avantika Avantika kepalamu peyang!" Umpat Sachi dalam hati.
Kalau mulutnya sudah bebas pasti langsung Sachi semprot lelaki itu mengingat dirinya bukanlah Avantika dan alangkah bodohnya menjadikan perempuan lain sebagai Avantika untuk dipukuli sampai mati seolah-olah yang dipukul adalah Avantika, perempuan yang disebutnya.
"Karenamu semua orang membenciku, Avantika. Semua orang membenciku. Kerajaanku mengalami kesulitan dalam menjalin kerjasama dan akibatnya... kau mau tahu akibatnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationship With Antagonist
FantasyKarena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Izek Zachary--si tokoh jahat dalam novel Bride of death, Sachi di pungut dan di kirim kepada Lennox Pax...