"Nona, keluarlah. Setidaknya merajuklah diluar jangan dibawah tempat tidur seperti ini." Satu dari dua gadis yang datang untuk membuka rantai di tangan dan kaki Sachi mencoba membujuk. "Seluruh pakaian dan tubuh anda bisa kotor."
"Nona--"
"Apa?" Sachi memotong perkataan gadis itu dan menatapnya nyalang seakan menunjukkan bahwa ia bisa saja menelan gadis itu bulat-bulat seperti anaconda. "Aku suka disini. Mulai sekarang aku akan tinggal disini."
"Tapi, Nona..." Gadis yang satunya bergidik saat melihat kecoa melintas di dekat Sachi. "Ada... ada kecoa--HYAAA!" dia berteriak karena tiba-tiba Sachi menggeprek kecoa dengan kepalan tangan sampai penyet.
"Selesai." Ucap Sachi. "Ada apa lagi?"
"Nona--huekk!" Merasa jijik dengan yang baru saja disaksikannya, gadis itu mual-mual. Sambil menutup mulut dia bergegas melarikan diri dari kamar dan jelaskan situasi di dalam pada Madam Rose.
Izek berpapasan dengan gadis mual-mual itu. Masih ada satu gadis di dalam yang tengah berusaha membujuk Sachi agar keluar dari bawah ranjang.
"Keluar saja." Perintah Izek pada gadis itu. "Tutup pintunya."
"B-baik Tuan." Usai mengangguk, gadis itu bangkit berdiri dan membungkuk sebelum berlari kecil meninggalkan kamar serta menutup pintu sesuai perintah Izek.
"Sach--"
"Pergi dari sini." Usir Sachi dengan menekankan kata yang keluar dari mulutnya sembari memalingkan wajah ke arah lain dengan tangan yang masih terkepal erat di samping kecoa penyet.
"Aku tidak bicara dengan orang asing." Tambah gadis itu menyindir.
Izek tahu Sachi marah, itu wajar. Dia pergi selama lima bulan tanpa menjelaskan apa-apa setelah berjanji tidak akan meninggalkan Sachi. Tetapi, percayalah kalau itu demi kebaikan Sachi juga. Izek meminta Madam Rose membawa Sachi ke pulau seberang jauh dari tempat tinggal mereka sebelumnya serta minta Sachi dirantai supaya tak kabur dalam kondisi emosi.
"Kau tuli, ya?"
Tidak ada jawaban dari Izek, Sachi jadi resah. Niatnya sudah bulat untuk merajuk selama tiga puluh tahun sehingga apapun yang terjadi, ia tidak akan menoleh untuk sekedar mengintip Izek sedang apa.
Sampai tiba-tiba pria itu berlutut di sisi ranjang sembari melihat kepalan tangan Sachi yang kotor sehabis menggeprek kecoa bersama dengan jasad kecoa yang berada tak jauh dari tangan gadis itu.
"Aku bilang pergi!" Sachi mengusir lagi, tetapi Izek tidak peduli.
Pria itu mengambil gelas tinggi berisi air yang ada di meja dekat sana lalu mencelupkan tangan Sachi yang kotor ke dalamnya.
Merasakan sentuhan pada tangannya, Sachi mencoba menarik tangannya itu menjauh namun Izek lebih dulu mencengkal pergelangan tangan Sachi sehingga upaya gadis itu gagal.
Izek lalu mengeluarkan selembar sapu tangan hitam miliknya dari balik saku, ia gunakan untuk mengelapi tangan Sachi sementara gadis itu masih belum ada niatan untuk bicara baik-baik dengannya dan lekas menarik tangannya menjauh dari Izek begitu ada kesempatan kala cekalan pria itu mengendur. Sachi berhasil kali ini.
"Merajuk tiga puluh tahun!" Tekadnya dalam hati, pokoknya Sachi tidak akan maafkan Izek semudah itu. Lima bulan bukan waktu yang singkat.
"Sachi--"
"Apa kau tidak bisa bahasa manusia? Pergi dari sini, aku membencimu." Sela Sachi tegas.
Kalau saja itu mantan kekasihnya sudah pasti Sachi langsung dicampakkan begitu saja, malahan akan jadi seperti kesempatan baginya untuk langsung memutuskan Sachi menggunakan alasan tak tahan sebab gadis itu terus meneruskan bersikap kasar. Sialnya, ini Izek. Sachi tidak akan dilepaskan sampai mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationship With Antagonist
FantasyKarena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Izek Zachary--si tokoh jahat dalam novel Bride of death, Sachi di pungut dan di kirim kepada Lennox Pax...