25| Sachi : Psych

12.3K 1.7K 270
                                    

Seluruh wajahnya bengkak dan terasa nyeri. Khalid mencoba untuk membuka kedua mata kemudian mendapati pandangannya sedikit mengabur tak seperti biasanya. Khalid juga merasakan sensasi pusing luar biasa pada setengah bagian kepalanya. Oh, ayolah! Khalid belum pernah dipukuli sebrutal ini terlebih tanpa bisa melakukan self defense.

"Mengapa kau sembunyikan ini dariku, Khalid?"

Suara Izek langsung menusuk gendang telinga Khalid. Pemuda yang tengah susah payah mengedipkan mata itu perlahan menggerakkan bibirnya yang bengkak untuk bicara, menjawab pertanyaan Sang Tuan.

"S-saya tidak mengerti, Tuan."

Gigi-gigi Izek bergemeletuk menahan kesal. Dipaksanya Khalid berdiri dengan menarik kerah pakaian yang dikenakannya secara kasar.

"Kau tahu rencana gadis itu dan masih bisa mengelak!?" Desis Izek kesal.

"Tu-Tuan... sa-ya rasa... anda... anda salah paham, Tuan. Saya tidak--"

"Kau menyembunyikannya dariku!"

Jawaban yang Khalid berikan sama sekali tidak membuat Izek puas, bukan penjelasan macam itu yang ingin dia ketahui dari Khalid. Ada penjelasan lain, sesuatu yang ingin ia ketahui lebih dalam.

"Dimana gadis itu!?" Yang ia tanyakan pada akhirnya seraya mengencangkan cengkraman pada kerah baju Khalid.

"S-saya tidak tahu, Tuan. Sungguh, saya tidak--"

Bugh!

"Jangan lakukan trik sampah itu padaku." Peringat Izek muak padahal Khalid sungguh tidak mengetahui pasti dimana letak keberadaan Sachi saat ini.

Bugh!

"Ukhh!" Satu pukulan kencang mendarat diperutnya sampai rasanya seperti seluruh organ dalamnya rontok secara berlebihan dan daripada kondisinya semakin parah, Khalid terpaksa berbohong. "Nona... Nona Sachi menemui Pangeran Mahkota. Dia mungkin sudah ada di istana sekarang. Pangeran Mahkota seharusnya sudah pulang."

Perlahan cengkraman pada kerah baju Khalid mengendur sampai akhirnya dilepas karena Izek untuk kesekian kali bergegas meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa seperti orang kesetanan.

"Tuan Duke!" Parvis memanggil begitu melihat Izek menuruni anak tangga terakhir, sudah hampir tiga jam ia menunggu di ruang tamu bersama Eloni sampai akhirnya Izek datang.

"Anda mau kema--"

"Jangan.sentuh.aku." Kalimat penuh penekanan itu keluar dari belah bibir Izek saat Parvis hendak meraih lengannya dibarengi dengan tatapan tajam mematikan yang tak biasa.

Eloni cepat-cepat menarik Parvis menjauh dari Izek agar tak terjadi sesuatu yang diinginkan meski Izek bukan tipe pria yang akan memukul perempuan dalam kondisi semarah apapun.

"Anda baik-baik saja, Nona?" Eloni bertanya pada Parvis sambil melihat ke arah Izek yang baru saja keluar meninggalkan rumah dengan langkah panjang nan cepat.

Lalu dilihatnya lagi Parvis yang mendadak pucat. "Nona? Nona kenapa?"

Parvis menggeleng, mencoba menyembunyikan syok yang baru saja dialaminya. "Aku tidak apa-apa, aku tidak apa-apa." Jawabnya lalu melepas tangan-tangan Eloni darinya.

"Aku sedikit pusing. Tolong panggilkan kusirku yang ada diluar kediaman." Pinta Parvis pada Eloni, satu-satunya hal yang ia inginkan saat ini adalah pulang. "Aku ingin pulang."

"I-iya Nona! Saya panggilkan segera, Nona duduklah dulu disini." Seorang Eloni dibuat kalang kabut, setelah membawa Parvis duduk di sofa, ia langsung berlari keluar rumah guna menemukan kusir yang dimaksud oleh Nonanya.

Relationship With AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang