7 | Izek : First sign

18.9K 1.7K 166
                                    

Izek menyukai Parvis sejak pertama kali melihat gadis itu saat usianya masih sepuluh tahun sementara Izek sendiri pada kala itu baru genap berumur delapan belas tahun sehingga yang Izek lakukan adalah menunggu Parvis dewasa.

Mengapa Izek bisa menyukainya?

Sesederhana setiap kali Izek melihat ke dalam mata cokelat abu-abu milik Parvis, Izek selalu menemukan ketenangan dari aura polos dan murni yang terpancar disana.

Sekali melihat Parvis, Izek merasa badai emosi yang ada dalam dirinya reda dalam sekejap. Menghilang begitu saja. Padahal selama ini Izek sendiri sulit untuk mengatur emosinya, tetapi sejak melihat Parvis hari itu... Izek merasa hanya dengan melihat matanya meski seluruh dunia hancur, Izek akan tetap baik-baik saja.

Perasaan itulah yang membuat Izek menaruh rasa lebih dari suka pada Parvis dan diam-diam melihat gadis itu dari jauh, saat tiba jadwalnya bagi Parvis melakukan kegiatan favoritnya, yakni berkebun setiap seminggu sekali.

Seperti sekarang. Izek tengah memperhatikan gadis berambut merah muda itu dari jauh, tepatnya dari balik sebuah pohon. Melihat bagaimana gadis itu menyeka keringat sembari menggali tanah menggunakan sekop mini lalu menaburkan benih tanaman di dalam galian sebelum menimbunnya kembali dengan tanah lalu tersenyum puas untuk mengapreasiasi dirinya sendiri.

"Kau akan terus melihatnya dari jauh sampai mati?"

Deg!

Izek tersentak, reflek menoleh ke samping dan menemukan Sachi berada tepat di sebelahnya sambil memandang ke arah Parvis juga.

"Tidak usah kaget seperti habis melihat hantu." Ujar Sachi santai lalu menunjuk ke arah Parvis. "Apa sulitnya hampiri dia dan bicara? Ajak berkenalan. Kau tidak bisu, kan?"

Sepasang mata Izek berkedip lambat saat mendengar ocehan Sachi yang cepat dan tiba-tiba. Pertama, Izek perlu tahu bagaimana gadis itu tahu-tahu muncul di sebelahnya seperti hantu. Benar, persis seperti hantu.

"Apa!?" Tanya Sachi saat Izek hanya menatapnya alih-alih beraksi seperti yang ia katakan.

"Sampai kiamat kau tidak akan mendapatkannya. Setidaknya usaha dan buat dia menyukaimu balik bukannya mengintip dari jauh seolah kau mau mencuri celana dalam. Jangan-jangan kau memang mau mencuri celana dalamnya?"

"Jaga bicaramu." Tegur Izek tak ditanggapi oleh Sachi.

Gadis itu lalu berdiri, melambaikan satu tangan dan berseru. "OYYYY!!!"

Kedua mata Izek membulat lebih kaget daripada sebelumnya saat menemukan Sachi tahu-tahu di sebelahnya. Dengan cepat Izek menarik Sachi dan menyembunyikannya dibalik batang pohon besar sesaat sebelum Parvis menoleh ke sana kemari dengan wajah bingung guna mencari sumber suara seruan yang seakan memanggilnya.

"Apa kau gila?" Izek tak habis pikir, ia membekap mulut Sachi kuat-kuat agar gadis itu tidak memberontak lalu dilihatnya ke arah Parvis yang ternyata sudah mendekat.

Gadis itu berjarak sepuluh langkah dari pohon tempat Izek dan Sachi sembunyi. Tepatnya, Izek yang memaksa Sachi sembunyi setelah gadis itu berteriak seperti orang gila yang tak punya sopan santun. Ah, lupa. Sachi memang tidak punya apa-apa selain dirinya sendiri. Bisa jadi otaknya itu hanya hiasan dan isinya kosong melompong.

Tak terima dibekap begitu saja, Sachi mencoba menarik lepas tangan Izek dari mulutnya serta memukul-mukulnya tetapi yang ada pria itu semakin mengencangkan tangannya sampai beberapa luka di dekat mulut Sachi kembali terasa ngilu.

"Tolong jangan membuatku malu." Bisik Izek di telinga Sachi karena kalau gadis itu berontak sekali lagi, Izek mungkin tidak bisa menahannya lebih lama sebab saat ini Parvis berada sangat dekat dan itu lumayan membuatnya tertekan secara emosional. Seperti mendapat ledakan rasa gelisah dan panik disatu waktu bersamaan, membuatnya jadi sulit fokus.

Relationship With AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang