Bonus 10

89 13 0
                                    

DALAM CERITA INI HANYA FIKSI

DAN DILARANG MENYEBARKAN CERITA KE MEDIA SOSIAL MANAPUN

TERIMAKASIH SEBELUMNYA

*

*

*

.

.

.

"Baiklah, putri, bagaimana dengan plié?" tanya Adel.

Adelika menatap papanya dengan pura-pura bingung, tampak hampir tersinggung karena ayahnya menanyakan pertanyaan itu padanya.

"Papa, yang ini, ingat?" tanya Adelika segera berdiri dari kursinya, masih mengenakan piyama putri, dan merapatkan tumitnya, menekuk lututnya.

"Baiklah, baiklah, gadis pintarku," ucap Adel menyerah, menepuk kursi di depannya. "Biar aku merapikan rambutmu dulu, putri." lanjutnya.

"Baiklah, papa." ucap Adelika.

Adelika duduk bersandar di kursi merah mudanya saat ayahnya, sekali lagi, mulai menyisir rambutnya. Dengan lembut, tidak ingin menarik rambut coklat indah yang diwarisi dari Chika, ia melilitkan rambutnya menjadi sanggul ketat di bagian atas rambutnya.

Sambil menyemprotkan sedikit hairspray ke sisir, ia menyisir beberapa rambut bayinya yang rontok. Senyum tak pernah lepas dari wajah Adelika saat ia mengayunkan kakinya maju mundur, menatap cermin, memperhatikan ayahnya menyempurnakan rambutnya.

Butuh waktu lama untuk mempelajarinya, tetapi begitu Adelika mulai mengambil pelajaran balet, Adel ditugaskan untuk sesekali mengajaknya ke pelajaran kapanpun Chika tidak bisa hadir karena pekerjaan. Ini berarti ia harus belajar cara menata rambutnya, dan setelah setengah tahun, ia kini telah menyempurnakan sanggulnya.

Adel bahkan tetap tinggal untuk beberapa pelajaran, memperhatikan putrinya yang berharga itu berjingkrak-jingkrak dalam balutan tutu merah jambu, dengan senyum bangga dan penuh kekaguman di wajahnya.

"Baiklah, bagaimana dengan posisi kedua?" Adel bertanya padanya, memperhatikan Adelika sekali lagi berdiri dari bangkunya dan memperagakan gerakan itu dengan sempurna untuk ayahnya.

Adel memiringkan kepalanya ke samping. Ia yakin itu adalah gerakan yang lain.

"Kupikir ini?" Ia berdiri dan mulai memperagakan apa yang menurutnya adalah posisi kedua. Sulit karena tubuhnya yang besar dan dia tidak fleksibel, sedangkan, di sisi lain, Chika cukup fleksibel.

Oh, dia pasti tahu.

Adelika cemberut, menggelengkan kepalanya. "Tidak, Papa, itu lima. Dua ini." ucap Adelika.

Dia merapatkan tumitnya dengan kedua kakinya lurus dan berputar keluar, mengikuti arah kakinya.

"Seingat Papa itu posisi ketiga," ucap Adel menggaruk kepalanya dengan bingung. Ada terlalu banyak gerakan balet yang harus dipelajari sehingga dia masih belum bisa menguasainya meskipun telah menghadiri beberapa pelajarannya. Namun, dia terkejut karena putrinya yang sekarang berusia 4 tahun mengingat sebagian besar gerakannya.

Bukannya menyombongkan diri, tetapi putrinya sangat pintar.

Tawa kecil merdu terdengar dari pintu kamar tidur Adelika. Papa dan anak itu menoleh ke arah suara itu, dan segera tersenyum menghiasi wajah mereka saat Chika masuk dengan binar geli di matanya.

"Adelika kita lebih pintar dari papa," ucap Chika. Sambil membungkuk, dia menggendong Adelika ke dalam pelukannya, mencium pipi kemerahan putri mereka. "Benarkah, gadis cantik?" lanjutnya.

Cruz x San Jose (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang