Pulang Kerumah

879 21 0
                                    

Tari dan Dea sudah berada di depan rumah kediaman orang tuanya Dea. Namun sebelum masuk kedalam rumah itu Dea perlahan menarik nafasnya dalam - dalam dan membuangnya dengan cukup kasar.

"Hufffffftttttttttt"

Tari yang melihat kakaknya tidak baik - baik saja langsung menggenggam tangan Dea.

"Kamu pasti bisa sayang" Ucap Tari yang memberikan dukungan kepada Dea.

Deapun langsung memencet Bel yang ada di depan rumahnya. Dan tak lama pintupun terbuka.

"Non Dea sudah datang, mari masuk Non. Mama dan papa non sudah menunggu di ruang tamu" ucap Bi Ijah

"Ayo Dek" Ajak Dea yang kini merangkul lengan adiknya dan masuk kedalam. Terlihat kedua orang tuanya yang kini sudah duduk menunggunya.

"Sudah datang kamu, siapa dia ?" Tanya papa Dea yang kini menatap ke arah Tari.

"Pa, Ma. Kenalin Dia Tari adik angkatku, aku sengaja bawa dia kemari buat aku kenalin ke kalian". Ucap Dea

"Oh, ya sudah silakan duduk" Ucap Mama Dea.

"Bik, buatkan mereka minum ya, kalian mau minum apa?" Tanya Mama Dea

"Apa aja, asal bukan racun" ucap Dea ketus.

Tari yang mendengar ucapan kakaknya itu di buat melongo.

"Tumben papa nyuruh aku pulang, ada apa?" Tanya Dea langsung to the point

"Emangnya salah kalau papa minta kamu untuk pulang? Mau bagaimanapun kamu itu adalah anak kami. Jadi wajar kalau kami meminta kamu untuk pulang" Jawab Papanya Dea yang mencoba untuk tenang

"Kali ini kalian butuh apa dari aku ?" tanya Dea yang merasa sudah cukup jengah

"Apakah kamu tidak punya sopan - santun sama sekali Dea. Bahkan cara bicara kamu seperti orang yang tidak terdidik sama sekali" Jawab Mama Dea dengan penuh emosi.

Dea yang mendengar ucapan Mamanya menjadi tertawa terbahak - bahak. Bahkan kini seisi ruangan menatap ke arah Dea.

"Apa barusan mama bilang aku tidak punya sopan santun dan juga seperti orang yang tidak terdidik?" Tanya Dea menatap tajam ke arah Mamanya.

"Ya. Mama benar aku adalah orang yang tidak punya sopan santun karena sedari kecil aku tidak pernah di ajarkan sopan santun oleh orang tua ku. Dan bagaimana aku menjadi orang yang terdidik sedangkan kalian saja tidak pernah mendidikku. Jangan kan untuk mendidikku, melihat ku saja tidak. Jadi jika kalian bertanya seperti itu kepadaku sebaiknya kalian tanyakan kepada diri kalian terlebih dahulu. Sudahkan kalian mendidik anak kalian ini dengan benar" Ucap Dea dengan mata memerah

Plakkkkkkkk

Dea yang sudah memejamkan matanya cukup kaget, karena tamparan yang akan di layangkan tidak mengenai pipinya sama sekali. Dan perlahan membuka matanya. Namun alangkah kagetnya Dea ternyata Tari yang menjadi korban tamparan mamanya itu.

"Dekkk" Ucap Dea melihat pipi Tari yang kini memerah.

"Adek nggak papa kak, lanjut aja" Ucap Tari namun kini menatap tajam ke arah Mamanya Dea. Pipinya terasa kebas, namun Tari tidak akan membiarkan Mamanya Dea menyakiti kakak angkatnya itu.

"Kamu orang luar, sebaiknya kamu pergi dari rumah saya ini" Usir Papa Dea kepada Tari

"Maaf om, bukan saya ikut campur dengan masalah kalian. Tapi saya tidak akan membiarkan siapapun untuk menyakiti kakak saya ini. Jika orang tuanya saja ingin menyakitinya lalu siapa lagi orang yang akan melindunginya kalau bukan saya. Saya akan pulang kalau kakak saya ikut pulang" Jawab Tari yang kini sudah mengepalkan tangannya.

"Wah.. wah.. wah.. Bagus sekali kamu Dea, sekalinya pulang sudah cukup membuat keributan di rumah ini" Ucap papa Dea dengan nada sinis

"Rumah, apa itu rumah? Bahkan aku tak pernah merasa kalau sekarang sedang pulang kerumah ku. Rumah ku cuma satu, di mana itu adalah tempat kalian menitipkanku untuk tinggal bersama dengan Nenek. Dan dengan liciknya kalian menjual rumah itu" Ujar Dea

"Rumah itu memang harus di jual, karena bagaimanapun rumah itu punya mendiang Nenek mu bukan punya kamu" Papa Dea kini beranjak dari tempat duduknya.

"Rumah itu memang punya mendiang Nenek, tapi apa kalian lupa ? Kalau rumah itu sudah di wariskan nenek untuk ku. Aku sungguh heran kenapa aku bisa punya orang tua seperti kalian ini. Di saat aku dan nenek begitu susah, bahkan harus kelaparan di mana kalian. Apakah kalian tidak mengganggap kami ini ada dalam bagian hidup kalian? Di saat kalian makan - makanan mewah, kami hanya makan dengan garam. Adakah di benak kalian memikirkan apa kami sudah makan atau belum? Pernahkah kalian berpikir bagaimana sulitnya kami" Ucap Dea yang kini sudah meneteskan air matanya. Sungguh sakit rasanya jika mengingat betapa susah hidupnya bersama neneknya dulu.

"Sudahlah itu kan dulu, lagian kamu sekarang juga sudah kaya. Jadi kalaupun rumah itu di jual nggak berpengaruh apapun untuk kamu" Ucap Mama Dea

"Benar, kalaupun rumah itu dijual nggak akan mengurangi harta kamu" Sambung papa Dea.

"Pa, Ma. Nggak selamanya kebahagiaan itu bisa di beli dengan uang. Ada yang pernah bilang kalau harta yang paling berharga adalah keluarga. Tapi menurutku semua itu adalah bulshit karena keluarga ini nggak lebih dari sampah" Ucap Dea

"Deaaaaa.. Jaga ucapan kamu" Teriak papa Dea

"Om, jangan bentak - bentak kakak saya. Sekali lagi kalian membentaknya saya tidak akan tinggal diam" Ucap Tari memperingati

"Saya butuh uang 500 juta malam ini" Ucap Papa Dea

"Terus hubungannya Papa butuh uang sama aku di suruh pulang apa?" Tanya Dea emosi. Benarkan dugaannya pasti ada yang di inginkan oleh orang tuanya sehingga memintanya untuk pulang

"Kamu nggak usah pura - pura bodoh. Perusahaan papamu lagi di ambang kebangkrutan. Kalau bukan kamu anaknya yang bantu, lalu siapa lagi?" Ujar Mama Dea

"Aku nggak punya uang, apakah kalian lupa bagaiman aku bisa punya uang kalau orang tuaku saja selama ini tidak pernah memberiku sepeserpun uang" Ledek Dea

Mendengar perkataan Dea ntah kenapa hati Tari terasa sakit. Terlebih melihat perlakuan orang tua kakaknya yang sungguh di luar nalar. Sedangkan orang tua kakaknya sendiri seolah tak peduli sama sekali.

"Dea, bisnis kontrakan dan rumah makan kamu itu udah ada cabang di mana - mana. Jadi nggak mungkin kalau kamu nggak punya uang segitu" Ucap Papa Dea

Sungguh Tari begitu terkejut ketika mendengar kalau kakaknya ini ternyata Bos muda. Karena beberapa hari bersama Dea, Dea tak pernah sama sekali bercerita melainkan mereka hanya selalu bercinta. Tapi sepulang dari sini Tari akan menanyakan lagi kepada kakaknya itu.

"Hahahah, terkadang aku ingin sekali tertawa rasanya. Bukankah selama ini kalian selalu membandingkan ku bukan. Jadi malam ini, aku juga ingin membandingkan kalian dengan orang tua teman - temanku" ucap Dea

"Ma, Pa. Terkadang aku iri dengan teman - teman ku yang lainnya. Di saat yang lain bisa mendapatkan nafkah dari orang tuanya, sementara aku. Orang tua yang justru minta uang kepadaku. Aku iri dengan mereka yang sekolah tinggal sekolah, jajan tinggal jajan. Sedangkan aku harus banting tulang agar bisa tetap sekolah, bisa untuk jajan. Kalian cuma melihat bagaimana aku sekarang, di saat aku dulu berkali - kali terjatuh. Adakah kalian untuk membantu ? Aku ini anak kalian, apakah tidak ada terbesit belas kasihan kalian dengan ku. Di saat mama poya - poya dengan teman - teman mama, ketika melihat ku adakah mama mengakui ku sebagai anakmu? Dan untuk papa di saat bersama rekan bisnismu, ketika melihat aku begitu kelaparan, adakah makanan yang papa tawarkan? Tidak ada . Itu semua tidak ada. Kalian berdua ini bahkan tidak cocok disebut sebagai orang tua" Maki Dea

Papa Dea yang emosi kini maju dan ingin menampar Dea. Dia tak terima dengan perkataan anaknya itu. Namun sebelum tangannya melayang ke pipi Dea, Tari sudah meninjunya terlebih dahulu.

Bughhhhhhh

"Bukankah sudah aku peringatkan jangan berbuat kasar kepada kakak saya. Karena saya tidak akan tinggal diam"

Pesona Kakak AngkatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang