Mati Bersama

431 31 13
                                    

Semenjak kejadian itu Tari berubah menjadi lebih pendiam, bahkan Dea sendiri heran dengan perubahan drastis adiknya itu. Namun, sediam - diamnya Tari, Tari selalu memperhatikan kakaknya seperti malam ini dia telah menyiapkan makanan untuk kakaknya. Kali ini dia benar - benar masak sop buntut bukan kemasan mie instan.

Di sisi lain, Tari kesal dengan kakaknya. Tari memaklumi kalau kakaknya mungkin balas dendam karena perlakuannya tapi bagaimanapun, Tari juga hanya manusia biasa yang punya rasa cemburu di hatinya, apalagi karena mendengar perkataan Doni kalau kehadiran Tari menggagalkan aksi mereka, sungguh menyakitkan bukan.

Di meja makan Tari nampak acuh dan mulai memakan makanannya, sama seperti Dea yang hanya diam tanpa bicara sedikitpun.

"Tar, ini kamu yang masak ?" Tanya Dea

Namun Tari hanya diam tanpa menjawab

"Aku ini nanya baik - baik loh"kesal Dea

"Apa sih berisik, banget. Lagi makan kan, tinggal makan aja kenapa harus banyak tanya" jawab Tari yang  sedikit namun nyelekit.

"Oke" jawab Dea yang langsung berhenti makan dan kembali ke kamarnya.

Di dalam kamar, Dea menangis sesegukan karena tingkah adiknya, tak biasanya Tari berkata seperti itu terhadapnya. Adiknya yang biasanya memperlakukannya dengan baik, kini bagaikan seperti menjadi orang asing.

Ceklekkk

Tari membuka pintu kamar Dea dan melihat Dea yang tengah duduk di teras sembari menangis, Tari tau namun Tari tak mencoba untuk menenangkan kakaknya.

"Ini minum dulu obatnya, nanti kalau nggak di minum yang ada ntar nggak sembuh - sembuh lagi. Kalau udah minum obat mau nangis sampai besok pagi juga terserah" ucap Tari singkat

"Kalau aku nggak mau?" Tanya Dea menatap Tari

"Kamu harus sembuh, karena kalau kamu sembuh aku bisa cepat pulang ke rumah" jawab Tari datar

"Kalau Lo mau balik, silahkan Lo balik. Lo nggak usah perduliin gue sialan. Gue mau mati, mau sekarat mulai sekarang Lo nggak usah perduliin gue lagi. Kalau menurut Lo gue hanya beban buat Lo, silahkan Lo pergi dari hidup gue. Gue minta maaf kalau gue selama ini terlalu banyak ngebebani Lo, gue minta maaf karena selama ini waktu Lo banyak terbuang sia - sia karena harus ngurusin gue. Gue kira Lo beda dari yang lain, tapi nyatanya Lo sama aja kayak yang lain. Kenapa Lo harus hadir dalam hidup gue kalau Lo cuma nyakitin hati gue. Kenapa Lo seolah kasih gue harapan kalau ujungnya Lo juga yang patahkan. Kenapa Lo kasih gue ketulusan kalau ujungnya Lo yang hancurkan. Lo bilang nggak boleh ada yang nyakitin gue, tapi Lo yang berkali - kali bikin gue sakit Tari. Kenapa Tari kenapa" maki Dea sembari menarik kerah Tari

"Kak, aku selama ini udah berusaha selalu ada untuk kakak, selama ini aku sudah mencoba menjadi penopang kakak, menjadi pelindung kakak. Tapi apa pernah kakak lihat semuanya, di saat satu kesalahan yang aku perbuat, rasanya seribu kebaikan yang aku berikan pun akan percuma di mata kakak. Aku tau aku egois, aku seringkali memaki orang lain yang menyakiti kakak tapi aku sendiri justru lebih parah lagi bukan. Aku hanya manusia biasa kak, yang juga tak luput dari semua kesalahan. Aku bukan tuhan yang maha benar, sampai detik ini aku masih menyayangi kakak dengan sangat. Namun aku juga bisa merasakan jenuh kak, di saat perjuanganku sudah tak lagi memiliki arti dan penjelasan ku tak di dengarkan sama sekali. Sampai sekarang hanya nama kakak yang bertahta dan aku cinta. Tapi kakak seolah tak percaya dengan itu, oke aku bodoh kalau aku kemarin sempat membiarkan orang lain menyentuh tubuhku, tapi itu semua karena aku khilaf kak. Sekarang apa mau kakak, kalau kakak mau aku pergi aku akan pergi kak" ucap Tari dengan tak kuasa menahan tangisannya

"Apakah aku tak pantas untuk bisa bahagia Tari, salahkah aku jika aku berharap bahagia itu darimu Tari? Meski berkali - kali aku di kecewakan, kenapa Tari kenapa di hati ini selalu menginginkan kamu di sini, menginginkan kamu untuk selalu di sisi ku Tari. Bukan aku tak melihat semua perjuangan kamu Tari, aku tau dan aku bisa merasakan semua ketulusan yang kamu berikan, rasa nyaman yang kamu berikan serta rasa aman dari kamu sendiri. Rasa sayang yang begitu luar biasa serta cinta kamu yang tiada tara Tari. Namun sama seperti yang kamu katakan Tari, aku hanya manusia biasa, yang kadang ada rasa jenuh dan ada rasa lelah. Aku beruntung bisa di cintai dengan begitu hebat oleh kamu Tari, aku bangga karena dari sekian banyak orang yang mengejar kamu aku adalah pemenangnya, namun aku takut Tari, aku takut Tari, aku takut kamu bosan dengan sikap ku, aku takut kamu menjauh dari ku Tari. Karena bagaimanapun kamu penyemangat dalam hidup ku Tari. Tapi apakah aku salah Tari jika aku takut kamu berpaling dengan yang lain dan meninggalkan aku Tari? Aku cemburu Tari saat melihat kamu bersama orang lain, hatiku sakit Tari, aku ingin mencoba melarang kamu tapi apa dayaku Tari, aku bahkan bukan siapa - siapa kamu yang sama sekali nggak berhak mengatur kehidupan kamu Tari, aku nggak bisa melarang kamu, dan bahkan untuk cemburupun aku tak pantas Tari. Kalau kamu mau pergi silahkan pergi Tari, tapi dapat ku pastikan ini akan menjadi pertemuan terakhir kita Tari, karena aku lebih baik tak lagi berada di dunia ini, dari pada harus bertahan di sini tapi tanpa kamu di sini Tari" Ucap Dea yang berlari kearah dapur dan mengambil pisau di sana.

Tari yang melihat itu langsung merebut pisau itu dari tangan Dea dan langsung membuangnya kesembarang arah, sungguh Tari tak dapat membayangkan jika terjadi sesuatu dengan kakaknya kembali dia pasti juga akan ikut mati. Tari memeluk tubuh Dea dengan sangat erat, karena dia tak ingin sampai kehilangan Dea. Dia hanya memejamkan matanya. Melihat Dea yang terbaring lemah kemarin saja membuatnya terkulai lemah tak berdaya. Apalagi kalau sampai benar - benar Dea sudah tiada.

Setelah tangisan mulai reda, tanpa aba - aba Tari langsung melumat bibir manis Dea, bahkan kini dia sudah menarik Dea kedalam pelukannya dan tak membiarkan Dea untuk kabur sama sekali. Di hisapnya bibir sexy Dea yang sudah beberapa hari ini tidak dia cicipi, bahkan kini lidahnya pun turut mengabsen di dalam mulut Dea. Dea yang juga merindukan kecupan dari adiknya itu langsung membalas ciuman adiknya, bahkan mereka sangat menikmati ciuman yang seakan penuh kerinduan itu. Setelah Dea terasa kehabisan nafasnya, Tari langsung mengakhiri ciumannya.

"Kalau kakak Mati aku juga akan ikut Mati, kita akan Mati bersama"

Pesona Kakak AngkatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang