Aku terbangun dari tidurku, setelah semalaman menangis dan merintih, menyalahkan diriku sendiri dan orang lain. Aku seoerti berada di kapal karam, semua berhamburan dengan rambut acak-acakan bagai kuntilanak yang belum keramas.
Aku mengecek gawaiku yang semalaman tidak aku buka untuk menghindari Ahmed. Benar adanya, ada puluhan panggilan tak terjawab dan puluhan chat yang tidak aku hiraukan , aku memutuskan untum memblokir kontak yang bernama Ahmed.
Mataku tercengang melihat chat yang aku sematkan ada riwayat satu pesan belum terbaca, chat dari Pretty. Dengan senyuman yang sumringah aku membuka chat tersebut.
[Janu bisakah besok kamu menemuiku di Pierre Loti Cafe?] chat pada malam hari.
Aku bergegas mengetik balasan [Tentu Pretty, tentu. Kapan?]
Aku menanti jawaban dari Pretty, setelah lima menit terlihat Pretty sedang mengetik, aku sangat menantikan jawaban Pretty itu [Pukul sepuluh pagi]
[Baiklah Pretty aku kesana]
Aku beegegas membersihkan kamarku, menyusun kembali ketempat semula, lalu membersihkan diri dan memoles wajahku dengan makeup tipis. Jam sembilan pagi aku telah selesai bersiap, aku cepat-cepat pergi karena tidak ingin membuat Pretty menunggu. Aku ingin meminta maaf padanya dengan sebesar-besarnya karena aku sangat menyayanginya.
* * *
Mataku meneteskan butiran bening kembali melihat sosok wanita yang biasanya dengan rambut sebahunya kini mengenakan kerudung, dia sedang membaca sebuah buku tipis sambil bibirnya bergerak pelan.
Aku langsung mendatanginya lalu memeluknya dari belakang. "Pretty."
"Janu," ucapnya lembut.
Aku melepaskan pelukanku lalu Pretty bangun dari duduknya. Aku menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, pakaian yang tertutup dan memperlihatkan keanggunan pada dirinya, sungguh sangat berbeda dari dia yang biasanya.
"Cantik," ucapku.
Senyum kami merekah. "Makasih."
Aku mengangguk pelan. "Oh iya Pretty ada apa?" Aku mengusap air mataku.
"Sini duduk dulu, aku mau cerita nih."
Aku pun duduk. "Cerita apa?"
"Aku sudah masuk islam, Janu."
Aku tersenyum haru. "Alhamdulillah, kapan? Dimana?"
"Iya Alhamdulillah, kemarin lusa di masjid Camlica."
"Alhamdulillah, aku seneng banget mendengernya."
"Oh iya Janu, aku minta maaf ya kemarin-kemarin tidak balas chat dari kamu."
"Nggak papa, yang penting sekarang kamu udah ada di depanku."
"Pretty, aku minta maaf ya buat yang waktu itu, aku nggak bermaksud..." Belum sempat aku menyelesaikan, Pretty menutup bibirku dengan tangannya.
Pretty menggeleng pelan. "Kamu seharusnya nggak minta maaf, tapi aku yang berterima kasih padamu."
Aku kebingungan mendengar apa yang Pretty ucapkan, Pretty melepaskan tangannya dari mulutku. "Berterima kasih untuk apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
January for günaydın cinta
Teen FictionApa yang kau harapkan dari bulan januari? Puncak hujan yang memberikan ketenangan dari bisingnya gendang telinga yang telah rapuh untuk mendapati segala tanya dan kabar cela, atau sebuah sunyi yang tak kunjung reda tanpa suara tawa?