Berlarut-larut dalam kegundahan tidaklah menyelesaikan suatu masalah, hari ini aku akan berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada, perpustakaan adalah tempat pertama yang akan aku kunjungi hari ini, berharap orang yang ku cari sedang berada di tempat itu.
Menaiki sebuah kereta yang akan mengntarkanku ke tempat tujuan, dengan Istanbul card yang wajib ku bawa saat berjalan-jalan keluar dari penginapan. Sebelum ke perpustakaan, tidak lupa aku mengisi perutku yang sudah aku siksa semalaman, padahal sedikit pun selera makan tidak ada menghampiri perasaku, namun aku tidak ingin terlalu menzolimi badanku sendiri. Segigit roti isi daging sangat berat untuk kutelan, tapi gemetar tanganku tidak bisa didustakan, dengan segenap kekuatan aku melahap habis roti isi daging tersebut. Yang kemudian disusuk dengan kunyahan obat magh dan air yang membasahi kerongkonganku.
Perpustakaan adalah tempat favorit bagi Pretty, aku melangkah masuk kedalam mencari sosok tersebut, namun nihil. Dia tidak berada di sini. Aku menatap sekeliling lalu tersungkur ke lantai, terngiang di kepalaku kenangan bersamanya saat berada di sini, dia yang mengajarkan aku tentang dunia kepenulisan, dia juga yang menemaniku bersenang-senang di tempat yang asing bagiku ini. Sedangkan aku, hanya menggoreskan sebuah luka di hatinya.
Sebuah tangan menyentuh lembut bahuku, menyadarkanku dari larutnya lamunan kesedihan. “Pretty.” Senyumku merekah.
Saat aku melihat wajah dari pemilik tangan itu ternyata bukanlah Pretty, tapi Ahmed yang sedang tersenyum manis ke arahku.
“Ahmed.” Aku mengusap sedikit air mata yang jatuh ke pipi.
“Yuk ikut!” Ahmed menarik lengan bajuku.
Aku mengikuti Ahmed keluar dari perpustakaan.
• * *
“Kamu kok ada di sini juga?” tanyaku.“Tadi nggak sengaja waktu di stasiun kereta aku liat kamu naik kereta. Aku ikutin deh,” jawabnya.
Aku menghembuskan nafas pelan sambil memainkan sedotan yang tertancap pada penutup cup minuman.
“Kenapa?” tanyanya.
Aku melirik dengan ekspresi sedih.
Ahmed mencondongkan wajahnya “Ceritalah sama Ahmed!”
Aku menggeleng pelang dengan wajah yang cemberut. “Kamu siapa, kepo sama masalahku?”
“Hey, emang anda lupa saya siapa? Saya calon suami anda, jadi apapun yang menjadi masalah anda itu masalah saya juga.”
Mataku membulat. “Emangnya aku nganggep kamu calon suamiku?”
Ahmed tersenyum nakal. “Oh jadi nggak dianggep nih?” Ahmed melipat tangan ke dada.
“Iya, lalu kamu mau apa?” Aku menjulurkan lidah.
“Hey, oke aku akan berteriak disini untuk mengungkapkan perasaanku kembali.”
Ahmed bersiap untuk berteriak, aku segera menutup mulutnya dengan telapak tanganku yang terlapis jaket.
“Apaan sih Ahmed, jangan bikin malu ah!”
Mata Ahmed berbinar menatap mataku yang lumayan dekat dengannya. Mataku juga jatuh pada tatapan matanya yang berbinar menusuk kedalam hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
January for günaydın cinta
Teen FictionApa yang kau harapkan dari bulan januari? Puncak hujan yang memberikan ketenangan dari bisingnya gendang telinga yang telah rapuh untuk mendapati segala tanya dan kabar cela, atau sebuah sunyi yang tak kunjung reda tanpa suara tawa?