"Ternyata cuman mimpi," gumamku yang tersadar dari tidurku.
Pesan dengan nomor tanpa pemiliknya masuk di notif gawaiku.
[Janu, lihat keluar jendela!]
Setelah membuka dan membaca chat itu, aku langsung menatap keluar jendela.{Klapson mobil}
"Ayo!" ternyata itu adalah Ahmed yang sedang berada di dalam mobil.
"Kemana?" tanyaku dari jendela.
"Ikut saja!" ujarnya.
Aku mengangguk lalu bersiap dan sedikit memoles wajahku yang sangat menyedihkan akibat air mata yang meluncur tadi.
"Emangnya kita mau kemana?" tanyaku sambil mengencangkan sabuk pengaman.
"Sudah, ikut saja." Ahmed menghidupkan mobil lalu menyetir dengan kecepatan sedang.
"Janu, maaf ya soal tadi," ujarnya yang sambil fokus ke jalanan.
"Heh soal apa?"
"Waktu di cafee tadi. Gara-gara aku kamu jadi sedih," ucapnya yang masih fokus pada jalan dan menyetir.
"Lah bukan salah kamu, kok minta maaf," jawabku sambil ngemil snack krispi.
Ahmed hanya diam dan fokus menyetir.
.."Ayo turun!" pintanya.
"Ini dimana?" tanyaku.
"Kita di grand bazar, mungkin dengan shopping bisa mengurangi kegalauanmu saat ini." Ahmed memarkirkan mobilnya.
"Siapa juga yang galau," sangkalku.
"Sudahlah, matamu tidak pernah bisa berbohong," ledek Ahmed.
Ingin rasanya aku melempar bungkus makanan yang ada di tanganku ini ke kepalanya, tapi dia ada benarnya bahwa aku memang masih galau.
"Ayo!"
"Tunggu sebentar!" ujarku sambil mengaktifkan kamera.
"Yah baterainya low bate," ucapku dengan nada kecewa.
"Nih, pakai punyaku," ujar Ahmed sambil menyerahkan kamera miliknya.
Aku mengambilnya lalu tersenyum padanya.
Kami telah masuk ke dalam grand bazar, sungguh lengkap dan luas pasar tertutup ini. Dari perhiasan, tas, pakaian, karpet, jilbab semua ada disini. Para penjualnya pun sangatlah ramah dan tidak memaksa. Berbagai macam buah tangan tersedia. Aku merekam keadaan di grand bazar ini, yang tanpa aku sadari Ahmed tidak berada di sisiku. Aku menatap sekeliling, mencarinya tapi aku juga tidak berani berjalan dari tempat berdiriku karena aku takut Ahmed nantinya mencariku nantinya, karna di sini banyak sekali orang yang juga sedang berbelanja.
"Janu," Panggil Ahmed sambil memasang kan mantel tebal ke bahuku.
"Kamu darimana? aku takut tadi sendirian," ujarku kesal.
"Nanti suhu akan semakin dingin, aku mencarikanmu mantel ini." Ia selalu begitu, setelah sok baik kemudian ia kembali ke mode utama lagi, menyebalkan. "Ayo kamu mau beli apa? Pilih saja!" sambung Ahmed sambil berjalan ke depan.
Aku mengikuti langkahnya, sesekali dia terlihat menyapa orang-orang yang berada di sini. Mataku tertuju pada penjual barang-barang antik, sehingga langkahku terhenti tanpa aku sadari. Ahmed yang sudah terlampau jauh di depan menyadari bahwa aku tidak ada di belakangnya, lalu dia mencariku dan menemukanku yang terdiam mematung.
"Kamu mau beli itu?" tanyanya sambil menatap ke arah barang-barang toko antik di depanku.
"Pengen liat, kayaknya bagus buat dipajang nanti di studio fotoku," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
January for günaydın cinta
Teen FictionApa yang kau harapkan dari bulan januari? Puncak hujan yang memberikan ketenangan dari bisingnya gendang telinga yang telah rapuh untuk mendapati segala tanya dan kabar cela, atau sebuah sunyi yang tak kunjung reda tanpa suara tawa?