Pengusaha Muda

1 0 0
                                    

"Janu, gimana kamu bawa kamera kan?" tanya Adelia.

Aku menunjukkan kameraku. "Nih."

"Siip. Oke nanti kita ke ayya sofia, mesjid biru sama menara galata, tugasmu ambil videoku," jelasnya.

"Oke siap Del."

"Kita naik kereta aja yuk!" ajaknya.

"Terserah aja Del."

"Oke!"

Kami menuju tempat staaiun kereta, sebeum memasuki kereta, tidak lupa untuk menscan istanbul card yang kami punya lalu penghalat untuk masuk pun terbuka setelah kita menscen istanbul card milik kita, lalu masuk kedalam.

Pemandangan kota Istanbul dapat ku lihat dari kaca kereta, kacanya yang bening membuat sekitar terlihat jelas spertimana aslinya, terlihat bangunan bangunan yang tersusun dan lalu lalang mobel serta bis juga nampak sekali karena jaraknya dengan kereta lumayan dekat.

Terlihat dari kaca kereta sebuah mobil melaju lambat, sepertinya bukanlah mobil orang yang asing bagiku. Aku sangat mengenali mobil itu, pemiliknya mempunyai hidung yang mancung dengan brewok tipis yang membuatnya terlihat tampan dimataku. Ditambah lagi senyumannya yang manis melebihi manisnya madu serta caranya membuatku agar selalu tersenyum.
Dia yang membuatku bisa tersenyum sekarang, meski di otakku banyak sekali pertanyaan tentangnya, namun aku menepiskan semua itu.

Aku duduk bersebelahan dengan Adelia, aku tidak ingin mengganggunya hang terlihat sedang sibuk dengan sebuah kertas yang penuh dengan tulisan. Aku menyetel murottal pada gawaiku dengan menancapkan headset dan  memasangnya pada telingaku, sembari aku melanjutkan tulisanku dan seketika pertama kali membuka bukuku aku terbayang wajah Pretty, aku menghela nafas berusaha menepiskan pikiran tentang kegundahan dan mulai mencari ide untuk melengkapi  ceritaku.

Saat aku aayik-asyiknya menulis, tiba-tiba pulpenku jatuh kebawah, aku dengan cepat mengambilnya lalu mataku tertuju pada dua orang yang sedang duduk di bagian depan yang mana mereka duduk di bangku bagian sebelahku. Aku melihat seorang ayah dengan anaknya yang kira-kira berumur 7 tahun, sang ayah terlihat sedang berbincang-bincang dengan sang anak, mungkin juga sambil bercanda, karena sesekali aku melihat sang anak tertawa sambil menutup mulutnya. Pemandangan yang sangat indah, aku teringat ayah yang selalu membuatku tertawa dengan leluconnya. Ayah adalah cinta pertama seorang wanita, aku sangat mencintai ayah, Salsa rindu ayah. Aku mengeluarkan kameraku lalu memoto ayah dan anak itu.

Tidak berapa lama, kereta berhenti di pemberhentian, para penumpang turun secara bergantian, kami pun ikut turun.

"Oh iya Janj, pertama-tama kita ke menara galata dulu ya. Sialnya aku juga mau makan. Hehe. "

"Iya Del, siap," acungan jempol dari dua jariku.

Kami berjalan kaki menuju menara galata atau dalam bahasa Turki diswbut galata kulesi, untuk sampai pada menara kita harus berjalan menaiki bukit yang lumayan curam. Disamping-samping jalan terdapat bangunan-bangunan tinggi klasik.  Banyak juga orang yang berlalu lalang, entah ingin ke menara atau kembali dari menara serta aktivitas lainnya. Kami juga menaiki sebuah tangga yang lumayan panjang yang mana di tangga itu terdapat banyak anjing yang sedang merebahkan diri.

Akhirnya kami sampai di depan menara galata, tanpa pikir panjang kami naik ke atas menara menggunakan sebuah lift.

Di puncak menara ada banyak orang, tempatnya yang sempit mengharuskan kami untuk berdiam sebentar di dalam, menunggu keadaan melonggar.

January for günaydın cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang