“Eumm Janu, gimana hubunganmu dengan Dion sekarang?”
Aku menelan ludah, langkah yang tadinya ringan kini berubah menjadi berat. “Aku, aku...”
“Aku tau kok kamu sama Dion udah nggak bersama lagi kan?” ujarnya dengan lembut.
“Kamu tau darimana?” tanyaku.
“Dari siapa lagi kalo bukan Dion.”
“Oh iya aku lupa kalau kamu temennya Dion.”
“Hehe, btw Dion juga ada di Turki loh.”
Langkahku benar-benar terhenti, tidak terbayang jika aku akan bertemu lagi dengan orang yang pernah sangat ku benci. “Benarkah?”
“Iya, baru-baru ini aja sih. Katanya dia lagi ada pekerjan yang diurus di sini. Kamu nggak pernah ketemu? Padahal dia di Istanbul juga loh,” jelasnya.
Aku hanya manggut-manggut.
“Kenapa Janu, kamu nggak suka ya aku bahas Dion?” tanyanya.
“Enggak kok Del, biasa aja lah aku, eumm kalau boleh tau Dion udah cerita apa saja?” tanyaku ragu.
“Enggak banyak sih, dia cuman bilang kalau dia menyesal udah ninggalin kamu dan kamu sekarang benci banget sama dia,” jealsnya.
Aku menghela nafas, ternyata apa yang aku takutkan tidak terjadi. Sebuah aib masalalu yang kusimpan dan Dion tidak menceritakannya pada Adelia, andai dia tau pasti dia sangat jiji melihatku.
“Oh iya Janu, Dion itu bener-bener mencintaimu loh, kenapa nggak balikan aja?” tanyanya.
“Oh iya kamu ingat nggak waktu SMA dia ngegebet kamu, sumpah aku ngakak banget loh seorang Dion Saputera pimpinan genk hantu kami ngebucin. Sumpah, itu tuh kayak bukan Dion banget, Janu.”
Aku tertawa pelan..
Pikiranku berselancar ke masa lalu, saat Dion berulang kali menembakku dan selalu saja kutolak, saat di sekolah aku bukanlah anak yang suka dengan pergaulan. Pekerjaannku hanya duduk di kelas sambil membaca buku meski hanya sebagai hiasan semata, aku tidak pernah menghiraukan aktifitas orang sekitar. Dion selalu ingin mencuri perhatianku, namun tidak pernah aku hiraukan bahkan aku menyebutnya seperti cacing yang kepanasan.
Sampai saat kami masuk dunia perkuliahan, Dion masih saja mengejarku. Dan pada saat dia menembakku di lapangan dengan hiasan seperti dia melamarku dengan bnatuan teman sejurusan serta dosen, disitulah aku terpaksa untuk menerima cintanya. Saat cintanya kuterima, dia setiap hari menemuiku bahkan juga kerumahku untuk membantu ummi menjahit sehingga ummi sangat menyukai Dion. Setipa hari bersamanya membuatku terbiasa dengan hadirnya dan menimbulkan rasa cinta padanya, hingga pada saat kuliah tinggal satu semester lagi, terjadilah hal yang tidak aku inginkan.
Pikiranku langsung terhenti, tidak ingin menyelami lagi masalalu yang sedang kuusahakan untuk ku lupakan.
“Janj, Janu..”
Adelia menyadarkanku dari lamunan masalalu. “Iya, Del.”
“Kamu kok ngelamun? Yasudah lah kita nggak usah bahas Dion lagi,” ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
January for günaydın cinta
Fiksi RemajaApa yang kau harapkan dari bulan januari? Puncak hujan yang memberikan ketenangan dari bisingnya gendang telinga yang telah rapuh untuk mendapati segala tanya dan kabar cela, atau sebuah sunyi yang tak kunjung reda tanpa suara tawa?