Ke Turki

1 0 0
                                    

Setelah beberapa tahun lamanya di dalam penjara, akhirnya aku dinyatakan bebas. Aku mulai kembali semua yang telah ku bangun, ditemani masih dengan partner setia yang sama, ‘Mbak Yuli'.

“Mbak, taruh hiasan ini dekat sana!” pintaku.

“Oke Mbak,” jawab mbak Yuli.

“Alhamduillah selesai,” ucapku.

“Alhamdulillah,” ucap mbak Yuli.

Adzan dzuhur menggema.

“Yuk kita shalat dulu!” ajakku. Mbak Yuli mengangguk dan kami pun melaksakan shalat dzuhur berjama'ah.
Kehidupanku telah berubah drastis sangat jauh berbeda dengan hidup jauh dari Allah.

Saat kita hidup dekat dengan Allah maka urusan terasa lebih ringan dan mudah, pikiran pun terasa sangat tenang dan damai.

Setelah bertaubat waktu dalam penjara, aku tidak pernah lagi meninggalkan shalat lima waktu karena itu adalah kewajiban bagi ummat islam.

“Alhamdulillah Mbak, ada yang mau foto prewed katanya,” ucap mbak Yuli dengan senangnya.

“Alhamdulillah, ini pelanggan pertama kita. Oke yasudah rencananya mau yang kayak gimana katanya?”

“Dengan nuansa outdor terus....” Mbak Yuli menjelaskan secara detile.

“Oke setuju, kita ambil!” ucapku dengan yakin.

“Aku konfirmasi ya!” ujar mbak Yuli, aku pun mengangguk mengiyakan.
Kami pun bergegas ketempat lokasi yang akan digunakan untuk pemotretan, menyiapkan serta menyusun rancangan agar mendapatkan angel yang bagus dan memuaskan pelanggan.

Keesoka harinya, hari pemotretan.

(Suara jepretan kamera)

"Iya satu, dua, tiga."  Alhamdulillah syukur tiada tara, setelah pelanggan pertama kami selesai. Kami mendapatkan banyak sekali panggilan memotret.
Kini kami telah kembali seperti sedia kala.

"Akhirnya kelar juga. Kita istirahat dulu!" ucapku.

"Mbak ini botol minuman siapa?" Mbak Yuli menjenteng botol minuman dari kamar rahasiaku yang kini sudah kubuka dan tidak tertutup lagi. Aku lupa membuang botol-botol itu.

"Itu, itu punya Janu, Mbak." Aku berusaha jujur.

"Maksudnya, Mbak minum?" Mbak Yuli kaget karena ia tidak pernah mengetahui akan hal itu, hanya aku dan Allah saja yang tahu.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Sini Mbak, biar Janu ceritain!"
Mbak Yuli duduk di sampingku.

Aku pun bercerita panjang lebar kepada mbak Yuli soal perihal diriku yang dulu.

"Jadi Mbak Janu sama Dion?"

"Iya, itulah awal kehancuran hidupku."

"Jadi anak yang disebut Dion waktu itu maksudnya anak kalian?" tanyanya lagi.

Sekali lagi aku mengangguk membenarkan.

"Lalu anaknya mana?"

"Itulah aku yang sangat tidak berperi kemanusian, membunuh anak yang tidak berdosa," jawabku.

"Maksudnya Mbak Janu melakukan aborsi?" Mbak Yuli semakin terkaget-kaget. Dan lagi-lagi aku mengangguk mengiyakan.

"Itulah mengapa aku merasa akulah manusia yang sangat jahat di muka bumi ini. Aku panik Mbak, aku takut. Aku sudah tidak bisa berpikir jernih dan akhirnya aku terpaksa melakukannya." Air mataku mengalir deras mengingat saat-saat itu.

Mbak Yuli merangkulku "Sudah Mbak, sudah jangan nangis lagi! Maaf jika Yuli membuat Mbak Janu mengingat masa kelam itu."

Aku mengusap air mataku "Yuk kita makan mie, laper nih!" ujarku.

January for günaydın cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang