Tidak Cinta

1 0 0
                                    

Aku masih menatap indahnya pemandangan dari masjid Çamlıca, membuat catatan kecil dalam selembar kertas yang tertulis tinta berwarna merah. Aku bukanlah ahli masalah puisi dan novel serta kata-kata bijak, tapi entah mengapa beberapa waktu ini rasanya otakku sangat lancar akan semua hal itu.

“Janu, minum dulu!” Sulhan memberikanku segelas kopi panas.

“Makasih Sulhan,” jawabku.

“Janu, apa aku boleh mengungkapkan sesuatu?” ucap Sulhan dengan tangannya yang terlihat gelisah.

“Tentu,” jawabku sembari jongkok untuk meminum kopi.

“Aku mencintaimu,” dengan santai Sulhan berucap.

Spontan saja air kopi yang belum sempat masuk ketonggorokanku itu muncrat. “Apa?”

“Kamu mau aku mengulangnya?” tanya Sulhan. “Aku mencintaimu, Janu.” Sulhan berteriak seolah sedang membuat pengumuman, sontak semua mata terarah pada kami berdua.

Aku yang merasa malu dengan tatapan orang sekitar langsung saja mengajak Sulhan ke tempat yang lebih tenang yakni di tempat lemari sepatu. “Apa maksudmu teriak seperti itu Sulhan?” ujarku dengan nada tidak senang.

“Janu, Aku benar-benar mencintaimu sejak pertamakali kita bertemu,” ucap Sulhan.

“Tapi Sul..” Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, Sulhan langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibirku.

“Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang,” ucap Sulhan.

Tiba-tiba Ahmed datang. “Ternyata kalian di sini.”

Langsung saja Sulhan melepaskan jari telunjuknya dari bibirku. “Iya hehe, gimana Ahmed sudah selesai?”

“Sudah,” jawab Ahmed singkat.

“Yuk kita pulang, jangan lupa hubungi Pretty,” sambung Ahmed.

“I.. Iya,” jawab Sulhan gagu.

Aku terdiam mematung dengan pandangan kosong. “Janu, ayo!” pinta Ahmed.

“Iya,” jawabku.

Aku pun berjalan di samping Ahmed, masih dengan pikiran yang tidak tau apa yang aku pikirkan. Mungkin karena ungkapan perasaan Sulhan tadi yang membuatku seperti ini, membuatku kebingungan  kenapa bisa Sulhan harus jatuh cinta kepadaku, sedangkan aku tidak punya perasaan apapun kepadanya.

“Janu, Janu... Are you oke?” Ahmed menyadarkan aku yang berjalan sambil melamun.

“I-ya,” jawabku.

“Kamu kenapa? Lapar?” tanya Ahmed.

“Enggak, enggak kenapa-napa.” Aku tersenyum kecil sembari sedikit menatap kearah Sulhan.

“Gimana, udah nelpon Pretty?” tanya Ahmed.

Aku menepuk jidat. “Astagfirullah lupa.” Spontan aku mengeluarkan gawaiku lalu menelpon Pretty.

Berdering.....

‘Hallo Pretty kamu di mana?’ tanyaku.

January for günaydın cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang