Tempat Romantis

2 0 0
                                    

{Dering ponsel}
Lagi-lagi nomor tanpa pemiliknya.
'Assalamu'alaikum,' suara dari balik telepon.

'Wa'alaikumussalam,' jawabku.

'Janu, ini saya Sulhan, maaf menghubungi mu pagi-pagi gini.'

'Oh Sulhan, ada apa?' tanyaku sambil mengapit gawaiku di telinga dengan bahu karna aku Sedang melipat baju-bajuku.

'Kamu lagi sibuk? kalau tidak, kita jalan-jalan yuk!' ujar Sulhan.

'Kemana?' tanyaku.

'Ke suatu tempat yang pasti kamu suka,' ujarnya.

'Boleh,' jawabku.

'Oke, kamu ke tempat dekat masjid Sultan Ahmed ya, nanti aku jemput disitu!' pinta Sulhan.

'Oke,' jawabku singkat.

***
Udara hari ini lumayan dingin, aku mengenakan mantel tebal yang dibelikan Ahmed waktu di grand bazar, mantel berwarna abu tua dengan bulu-bulu di bagian topinya dan kantong yang ada pada bagian kiri dan kanannya ini membuatku merasa hangat.

Aku mengingat jalan saat pertama kali diajak Ahmed ke Masjid Sultan Ahmed, tidak lupa sebuah peta yang kutatap sepanjang jalan dan saat menaiki alat transportasi aku hanya menunjukkan foto masjid Sultan Ahmed, karna aku tidak bisa berbahasa Turki. Untungnya mereka mengerti apa maksud tujuanku itu.

"Janu, ayok!" ajak Sulhan yang logat bahasa Indonesianya kadang tercampur dengan logat Turki.

"Sebenarnya kita mau kemana?" tanyaku penasaran.

"Ke Eyub," jawab Sulhan.

"Eyub?" otakku berpikir, sambil berjalan menuju terminal bis Eminuno aku mencari tau apa itu Eyub lewat mbah google. Dan munculah penjelasan:

'Eyub adalah nama daerah tempat sahabat Nabi Muhammad yang bernama Eyub Al Anshari dikuburkan. Di tempat Eyub Al Anshari dikuburkan berdiri sebuah mesjid besar yang juga menjadi tempat ziarah umat Islam.'

'Oh,' gumamku dalam hati yang mendapat penjelasan dari mbah google.
Akhirnya kami sampai pada terminal bis Eminuno dan untuk sampai ke Eyub kami menaiki bis nomor 99A,39. Setelah menaiki bis beberapa menit, sampailah kami di perhentian Eyub.

"Yuk kita ke Pierre loti cafe!" ajak Sulhan sambil meraih tanganku.

Bergegas aku melepaskan pegangan tangannya. "Maaf," ucapku.

"Oh iya lupa, aku yang minta maaf."

"Bukannya setahuku ya Pierre Loti itu adalah seorang novelis?"

"Iya betul, tapi ini cafe," jawab Sulhan.

"Di mana?" tanyaku.

"Tuh," jawab Sulhan menunjuk sebuah bukit.

Aku menatap bukit itu sambil berpikir. "Bukit? Cafe?" gumamku.

"Nggak usah mikir. Aku jamin kamu pasti suka," ujarnya.

Setelah sampai dan berada di bawah bukit, Sulhan mengajakku untuk naik ke puncak bukit menggunakan teleferik atau cable car atau biasa kita sebut kereta gantung. Untuk menaiki itu kita harus membeli tiket terlebih dahulu lalu berangkat ke puncak. Saat di dalam kereta gantung kita dapat melihat pemandangan di bawahnya yang sangat indah.

January for günaydın cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang